Crispy

California Minta Maaf Kepada Keturunan Jepang Penghuni Kamp Pengucilan

Tahun 1942, ketika Kekaisaran Jepang memulai perang dengan menyerang Pearl Harbour, 18 ribu keturunan Jepang di California, AS, digebah ke kamp pengucilan. Kini, Mejelis California berencana mengeluarkan resolusi permintaan maaf.

Kanji Sahara masih mengingat peristiwa itu. Saat itu dia berusia delapan tahun. Bersama orang tuanya, Kanji dikeluarkan dari rumah, dan dibawa ke kamp pengucilan.

Sekitar 10 ribu orang dimasukan ke barak-barak yang dibangun di tempat parkir. Delapan ribu lainnya dipaksa tinggal di kandang kuda.

Tidak hanya di California, orang-orang Jepang yang tinggal di sekujur AS juga menghadapi perlakuan sama. Jumlah seluruhnya sekitar 100 ribu.

Mereka ‘dipenjara’ di udara terbuka. Gerakan mereka dipantau pasukan dan polisi di sekelilingnya, termasuk penduduk AS.

Sahara dan orang tuanya menghini kamp pengucilan di Santa Anita. Ia tidak tahu apa-apa. Kedua orang tuanya hidup dalam kecemasan luar biasa.

Setiap hari, Sahara kecil harus berjalan ke enam bangunan kamar kandi dan pancuran, plus enam aula yang dihuni 18 ribu orang.

“Saya tidak bisa lagi menggambarkan bagaimana baunya septic tank yang meluap setiap hari,” kenangnya.

Orang-orang Jepang di Los Angeles mungkin lebih mengenaskan. Mereka dibawa ke Arcadia, California, dengan bus, lalu naik kereta ke Jerome, Arkansas.

Kini, California merasa perlu meminta maaf atas kegagalannya mendukung dan membela kebebasan sipil orang-orang Amerika-Jepang selama periode itu.

Generasi penduduk California saat ini menyebut peristiwa itu sebagai relokasi paksa terbesar dalam sejarah AS. Bagi mereka, permintaan maaf sangat penting agar negara tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Perintah Rooselvelt

Pengucilan paksa warga keturunan Jepang terjadi setelah keluarnya perintah eksekutif Presiden Rooselvelt, tak lama setelah Jepang menyerang Pearl Harbor 7 Desember 1942.

Sahara dibawa dari Arcadia, California, ke Arkansas dengan kereta api. Selama perjalanan dengan kereta, dia tidak bisa melihar keluar. Warga sipil di sepanjang perjalanan juga tidak bisa melihat tawanan perang di dalam kereta.

Di kamp pengucilan, tidak ada orang lain kecuali keturunan Jepang. Sahara lebih banyak menghabiskan waktu membuat pesawat dari kertas, dan melemparkannya ke luar kamp.

Sahara kini sudah renta, tapi belum pelupa. Ia menyambut baik gagasan Al Muratsuchi, anggota Majelis California, untuk menggelar peringatan peristiwa pengasingan itu setiap 19 Februari.

Ia mendapat banyak dukungan dari warga lainnya, dan akan menggelar resolusi permohonan maaf.

Tahun 1988, ketika Presiden Ronald Reagan menandatangani UU Kebebasan Sipil, AS sebenarnya telah meminta maaf kepada keturunan Jepang dan memberikan 20 ribu dolar kepada setiap individu yang ditahan selama perang.

“Namun California memiliki tanggung jawab lebih untuk belajar dari masa lalu,” kata Al Muratsuchi. “California harus memberi contoh.”

Back to top button