Crispy

Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi Bansos, Mensos Juliari Batubara Terancam Hukuman Mati

Salah satu yang memberatkan, menurut Firli, karena Presiden Jokowi telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional

JERNIH—Dengan penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri SosialJuliari Peter Batubara bisa dimungkinkan terancam hukuman mati.

Hal tersebut bukan mustahil, mengingat saat ini KPK tengah mengkaji kemungkinan penerapan Pasal 2 UU Tipikor yang menyoal kemungkinan bahwa tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara bisa diberlakukan hukuman mati bagi pelakunya.

“Kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 Tahun 1999, yaitu Pasal 2 terkait pengadaan barang dan jasa, barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang melibatkan untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain atau timbulkan keuangan negara. Memang ada ancaman hukuman mati,” ujar Ketua Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12) pagi.

Sebagaimana diketahui, Mensos Juliari ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap (korupsi) terkait bantuan sosial (bansos) Covid-19 bersama empat orang lainnya. Keempat orang itu adalah  Matheus Joko Santoso (MJS) yang merupakan pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial, Adi Wahyono (AW) yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, Ardian I M (AIM), dan Harry Sidabuke (HS).

Dalam kasus tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang senilai sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang, yakni sekitar Rp 11,9 miliar, sekitar 171.085 dolar AS (setara Rp2.420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).

Kasus korupsi yang menerpa Mensos Juliari P Batubara dan Kemensos tersebut berkaitan dengan dana bantuan sosial Covid-19 di Jabodetabek. Mensos Juliari diduga menerima fee pada pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Ada dugaan bahwa telah disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Matheus Joko Santoso (MJS) sebesar Rp10.000 per paket bansos.

“Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10.000 per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri.

Sebagai ketua KPK, Firli mengatakan, dirinya jauh-jauh hari telah mengingatkan para pejabat pengguna anggaran untuk berhati-hati dalam menggunakan anggaran covid-19. Dalam pesan akhir Juli 2020 tersebut, Firli Bahuri pun menjelaskan dan menegaskan bahwa KPK tidak segan-segan dan tidak pandang bulu untuk menindak tegas penyelewengan dana yang ditujukan untuk kesejahteraan sosial masyarakat yang ikut terdampak pandemi Covid-19.

Adapun Pasal 2 yang disebutkan memungkinkan tuntutan hukuman mati tersebut berbunyi:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pada Penjelasan ayat 2 dikatakan, bahwa “Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter”.

Firli mengatakan, KPK akan mendalami bukti-bukti lebih lanjut dan lebih dalam lagi untuk menentukan apakah Mensos Juliari dapat dikenakan pasal tersebut atau tidak. Salah satu yang memberatkan, menurut Firli, karena Presiden Jokowi telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional. [ ]

Back to top button