Crispy

Gagal di Eropa, Cina Jalankan Diplomasi Masker ke Asia Tenggara

  • Cina berusaha membentuk opini Asia sebagai penyelamat dunia dari wabah Covid-19.
  • Asia Tenggara sangat tergantung pasar dan investasi Cina. Jadi mengkritik Beijing tak ada guna.
  • Elit politik dan bisnis Asia Tenggara sejak awal ‘mengijinkan’ Beijing menutupi wabah.

Beijing — Diplomasi masker yang dijalankan Cina ke negara-negara Eropa dan AS gagal total, menyusul menguatnya dugaan Beijing memanipulasi data korban virus korona di negaranya.

Beijing telah memperbaiki data itu, tapi Eropa dan AS tetap skeptis. Terakhir, Presiden AS Donald Trump mengatakan Cina akan menghadapi konsekuensi serius atas ulahnya.

Cina kini mengalihkan diplomasi masker-nya ke Asia, dengan mengirim tim medis ke Kamboja, Filipina, Myanmar, Pakistan, dan Malaysia. Tim akan membagikan pengetahuan mereka tentang cara mengatasi pandemi dari titik nol.

Baca Juga:
— Virus Korona dan Diplomasi Masker Cina ke Eropa
— Taiwan Kirim Bantuan Masker ke Eropa dan AS, Beijing Marah
— Bantuan Masker dari Cina untuk Italia Dibajak di Republik Cek

Beijing juga mengirim peralatan medis; masker, ventilator, test kit, yang sebagian besar ditolak negara-negara Barat karena dianggap tidak memenuhi standar.

South China Morning Post (SCMP) menulis Cina mengadakan serangkaian pertemuan online dengan negara tetangga di Asia. PM Li Keqiang membahas pengalaman nearanya memerangi Covid-19, dan memulai kembali kerja sama ekonomi dengan ASEAN, Japang, dan Korea Selatan.

Beijing tidak punya pilihan lain selain berpaling ke Asia. Terlebih, Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan PM Jepang Shinzo Abe enggan menyalahkan Cina.

“Sekarang semua orang hanya ingin melewati karantina,” kata Duterte. “Cina dangat membantu. Itu membuat kami lebih dekat, dan lebih mudah mendapatkan pengiriman peralatan medis.”

Bagi pemimpin Asia, tanggapan lambat Barat menguntungkan Beijing kendati semua tahu tidak ada transparansi atas wabah.

Pemimpin lain mengatakan karena wabah bermula dari Cina, kami mengamati apa yang berhasil dilakukan Beijing dan meniru langkah-langkahnya.

Richard Heydarian, seorang akademisi yang berbasis di Manila, mengatakan setelah mengendalikan wabah Cina berupaya membentuk narasi bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas pandemi global.

Di sisi lain, lanjutnya, ada asumsi bahwa Beijing harus memberi kompensasi kepada negara lain.

Situasi ini menguntungkan Cina karena AS tidak memainkan peran sebagai pemimpin global. Presiden Dinald Trump terkunci dengan krisis domesik, dan lebih tertarik mencari kabing hitam.

Shariman Lockman, analis senior Program Studi Kebijakan dan Keamanan Luar Negeri di Isntitut Kajian Strategis Intersional Malaysia, mengatakan ketika AS menarik diri ke urusan sendiri Cina menemukan Asia Tenggara sebagai lahan subur menanamkan pengaruh.

Cina, katanya, sedang membentuk citra diri sebagai penyedia bantuan besar-besaran. Sebelumnya, Cina juga berhasil membentuk persepsi umum sebagai negara yang sukses menangani pandemi, kendati semua orang tahu bagaimana Beijing menyembunyikan informasi adanya wabah pada pekan-pekan pertama.

“Kapasitas dan kemampuan membangun rumah sakit, dan mengunci jutaan orang di dalam rumah, membuat Cina lebih populer dibanding AS yang ragu menutup diri,” kata Lockman.

Namun, lanjut Lockman, negara-negara Asia Tenggara juga hati-hati agar tidak terjebak di tengah hubungan memburuk Beijing-Washington. Asia Tenggara butuh pasar Cina untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi. AS.

Aaron Connely, peneliti di International Institute for Strategic Studies di Singapura, mengatakan ketergantungan Asia terhadap Cina membuat semua negara terlambat menyalahkan Beijing atas pandemi.

“Bagi saya, sebagian besar elit politik dan bisnis di Asia Tenggara sejak awal mengijinkan Beijing menutupi Covid-19, dan memberi nilai tinggi untuk penguncian domestik,: kata Conelly.

Menurut Connely, para elit politik ini sangat tergantung pada perdangan dan investasi Cina, dan melihat sedikit manfaat mengkritik Beijing.

Menariknya, seraya terus memberi bantuan kesehatan keapda negara-negara Asia Tenggara, Cina tidak memperlambat aktivitas militer di Laut Cina Selatan.

Militer Cina menenggelamkan kapal nelayan Vietnam. Ketika Kuala Lumpur menunggu kedatangan tim medis dari Beijing, kapal survei Cina pindah ke dekat zona ekonomi eksklusif Malaysia.

Back to top button