Crispy

Ini 16 Perusahaan yang Pungut Pajak Digital. Ada Facebook dan Tiktok

Untuk meningkatkan efektivitas dan kesederhanaan maka pemerintah mengubah mekanisme pemungutan PPN tersebut menjadi dipungut oleh penjual produk digital luar negeri.

JAKARTA-Sebanyak sepuluh perusahaan global yang beroperasi di Indonesia, dinilai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memenuhi kriteria untuk menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk digital atau pajak digital.

Pungutan ini dilakukan atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

Dengan penunjukan ini maka sejak 1 September 2020 sepuluh pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia.

“Jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10 persen dari harga sebelum pajak, dan harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN,”.

Sebelumnya, pada bulan Juli lalu, pemerintah juga menetapkan enam perusahaan digital sebagai pemungut PPN. Dengan bertambahnya sepuluh perusahaan lagi, maka total pemungut PPN produk digital luar negeri kini menjadi 16 perusahaan.

Adapun sepuluh pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada gelombang kedua ini adalah:

  1. Facebook Ireland Lt.
  2. Facebook Payments International Ltd.
  3. Facebook Technologies International Ltd.
  4. Amazon.com Services LLC
  5. Audible, Inc.
  6. Alexa Internet
  7. Audible Ltd.
  8. Apple Distribution International Ltd.
  9. Tiktok Pte. Ltd.
  10. The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd.

Sedangkan enam pelaku usaha yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:

  1. Amazon Web Services Inc.
  2. Google Asia Pacific Pte. Ltd.
  3. Google Ireland Ltd.
  4. Google LLC.
  5. Netflix International B.V., dan
  6. Spotify AB.

“DJP berharap seluruh perusahaan yang telah memenuhi kriteria, termasuk penjualan Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan,” tulis Dirjen pajak dalam keterangan resmi, pada Jumat (7/8/2020).

PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri bukan merupakan jenis pajak baru karena telah lama diatur dalam UU PPN namun kurang efektif karena hanya mengandalkan pemungutan dan penyetoran sendiri oleh pembeli atau konsumen yang sifatnya retail dan masif dalam ekonomi digital saat ini.

Pemungutan PPN ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital. (tvl)

Back to top button