Crispy

Ini Tujuh Hal dalam RUU Ciptaker yang Ditolak Buruh

RUU Kontroversial ini ditolak dua fraksi namun disetujui tujuh fraksi untuk dibawa pada Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (8/10/2020) mendatang.

JERNIH-Terdapat tujuh poin kesepakatan antara Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah dalam Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang ditolak buruh.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, penolakan tersebut yang menjadi dasar mereka hendak melakukan mogok nasional yang akan digelar tanggal 6-8 Oktober 2020.

“Terhadap tujuh hal yang ditolak buruh Indonesia dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut,” kata Said dalam keterangannya, pada Minggu (4/10/2020).

Ketujuh point yang telah disepakati Pemerintah bersama DPR dan ditolak oleh buruh adalah:

Pertama, RUU Ciptaker menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Sementara menurut Said, UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.

 “Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” kata Said Iqbal.

“Tidak adil, jika sektor otomotip seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,”.

Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Said, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.

Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.

Karyawan kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup juga berarti no job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia. Said menanyakan kehadiran negara dalam melindungi buruh Indonesia termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

“Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 % sampai 80 % dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5% hingga 15% saja jumlah karyawan tetap? No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?” kata Said.

Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh .

Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti.

Protes ini juga disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.

Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,”.

RUU Ciptaker tersebuti telah disetujui tujuh fraksi untuk dilanjutkan pembahasannya ditingkat Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (8/10/2020) mendatang, sementara dua fraksi lainnya menolak.

Tujuh fraksi yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP. Sedangkan dua fraksi yang menolak pengesahan RUU Ciptaker itu adalah Partai Demokrat dan PKS. (tvl

Back to top button