Crispy

Junta Militer Myanmar Ogah Laksanakan Rencana ASEAN Akhiri Kekerasan

  • Dalam rilisnya, dikirim ke Sekretariat ASEAN di Jakarta, junta militer menolak semua yang tak sejalan dengan keinginannya.
  • Usulan ASEAN hanya bisa berlaku jika keadaan stabil.
  • Etnis Karen dan Chin membukan front pertempuran baru.

JERNIH — Junta Militer Myanmar menolak rencana negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) mengakhiri kekerasan, dan mengatakan saran apapun harus sesuai peta jalan yang dinyatakan junta dan muncul setelah stabilitas dipulihkan.

Dalam pertemuan Sabtu pekan lalu, pemimpin 10 negara ASEAN, termasuk pemimpin kudeta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, ‘tampak’ mencapai konsensus lima poin selama pertemuan puncak di Jakarta.

Lima poin itu mencakup penghentian kekerasan dengan segera, dan ASEAN akan menunjuk seorang utusan untuk menengahi pembicaraan antara semua pihak di Myanmar.

Kekerasan di Myanmar kian memprihatinkan. Hampir 800 orang menjadi korban sejak kudeta militer 1 Februari, yang diikuti aksi protes dan pembangkangan sipil setiap hari.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat kekerasan pasca kudeta militer di Myanmar menelan lebih 700 korban tewas. Korban terdiri dari anak-anak sampai orang tua.

Dalam siaran pers Senin 26 April, Dewan Administrasi Negara Myanmar mengatakan saran yang dibuat pemimpin ASEAN akan dipertimbangkan secara positif, jika mereka memfasilitasi platform junta dan melayani kepentingan negara.

“Myanmar menginformasikan pada pertemuan itu bahwa kami akan memberi pertimbangan cermat terhadap saran-saran konstruktif yang dibuat pemimpin ASEAN ketika situasi kembali stabil,” kata junta militer Myanmar dalam rilisnya. Rilis juga disampaikan ke ke Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Karena, lanjut rilis itu, prioritas saat ini adalah menjaga hukum dan ketertiban untuk memulihkan perdamaian dan ketentangan masyarakat.

Bangkok Post menulis pernyataan ini menurunkan ekspektasi bahwa proses dialog akan mendorong militer membebaskan Aung San Suu Kyi, dan para pemimpin sipil lainnya yang ditahan, atau mengubah rencana pemilihan umum awal 2022 setelah satu tahun pemerintahan darurat.

Langkah menunjuk utusan khusus adalah tidak biasa bagi ASEAN, yang secara tradisional menghindari intervensi langsung dalam perselisihan politik dalam negeri.

Serangan Bersenjata

Sepanjang Selasa, Tentara Pembebasan Karen (KNLA) merebut pos militer dekat perbatasan Thailand, sebagai tanda konflik sipil berlanjut meski junta berjanji mengakhiri kekerasan.

KNLA, sayap bersenjata Uni Nasional Karen (KNU), adalah kelompok bersenjata tertua di Myanmar. Mereka menyerang pos perbatasan militer Thaw Le Hta, dekat kota barat laut Thailand, Mae Hong Song.

Myanmar Now memberitakan Tatmadaw, julukan tentara Myanmar, merespon perebutan pos itu dengan melancarkan serangan udara ke desa-desa etenis Karen di sepanjang perbatasan Thailand.

Pos Tatmadaw jatuh pada selasa lagi. Brigade 5 KNLA menghancurkan pos di Distrik Mutraw, negara bagian Karen. Tujuh tentara Myanmar melarikan diri saat serangan terjadi.

Jelang siang hari, serangan udara menyebabkan warga desa lintang-pukang melarikan diri. Ada juga laporan serangan udara di Desa Bwa Der.

Pembicaraan Gagal

Di Mindat, negara bagian Chin, pejuang sipil melakukan perlawanan hebat ketika Tatmadaw berusaha memasuki kota sebelum membebaskan tahanan.

Pertempuran terjadi Selasa sore, 16 tentara Myanman tewas akibat serangan pejuang sipil menyerang iring-iringan bantuan. Di dalam kota Mindat, pertempuran juga berlangsung dengan taktik gerilya.

The Irrawaddy memperkirakan pertempuran berlanjut malam hari. Tatmadaw menghadapi masyarakat yang bersenjatakan senapan rakitan, senapan berburu, dan ketapel tradisional.

Sejumlah sumber mengatakan pertempuran sebenarnya terjadi sejak 24 April, setelah polisi menolak melepas enam pengunjuk rasa anti-rezim. Kedua pihak sempat sepakat berunding.

Namun, menurut The Irrawaddy, aktivis menolak percaya pada U Shwe Naing — sesepuh kota yang dituding berpihak ke militer — ikut dalam perundingan.

Back to top button