Crispy

Kepala BNPT Punya Strategi Kalahkan Kelompok Terorisme di Medsos

“Teknik ini menjadi salah satu upaya penting mengubah pola pikir seseorang dan mendidiknya untuk kritis dalam memilah baik buruk dalam kehidupan”

JAKARTA – Kelompok ideologi radikal kerap menggunakan teks agama dalam memengaruhi masyarakat dan menjalankan aksi jihad. Karenanya, strategi komunikasi perlu dirancang untuk menyelamatkan mereka dari provokasi, propaganda, ideologi radikal, terorisme.

Demikian dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar, dalam webinar, Minggu (9/5/2021).

Menurut dia, strategi komunikasi bukan hanya perlu dilakukan negara. Semua pemangku kepentingan di Tanah Air perlu bergerak agar warga Indonesia bisa hidup damai dalam perbedaan.

“Bangsa kita ini bineka, berbeda tapi tetap satu. Tentunya kita sudah bertekad perbedaan itu harus tidak menjadi sebuah masalah yang mendatangkan keburukan, tapi mendatangkan kebaikan untuk kita semua,” katanya.

Strategi komunikasi perlu dibentuk untuk menghadapi anak bangsa yang beragam dari paparan radikalisme dan intoleransi. Apalagi ideologi berbahaya dapat merugikan diri sendiri, keluarga, negara, dan agama.

Ia memerinci beberapa strategi komunikasi yang bisa dilakukan untuk mengalahkan terorisme yang banyak beredar di media sosial. Pertama, memberikan pesan atau kontra narasi terus-menerus.

“Kita memang harus menguasai new media (media baru) dengan saksama. Mereka (teroris) yang menang atau kita yang kalah. Jadi ini kita berpacu dalam melodi. Kalau kita kendur akhirnya mereka yang semakin dominan,” kata dia.

Kedua, melalui teknis penyekatan kelompok, dilakukan agar kelompok terorisme tidak bisa memengaruhi masyarakat. Lalu, teknik persuasif, dimana menitikberatkan dalam pencegahan dini terhadap kelompok rentan melalui berbagai sosialisasi dan kampanye.

“Teknik ini menjadi salah satu upaya penting mengubah pola pikir seseorang dan mendidiknya untuk kritis dalam memilah baik buruk dalam kehidupan,” katanya.

Terakhir, komunikasi koersif dilakukan Polri dengan meluncurkan program virtual police. Polisi berpatroli di dunia maya menjaring konten-konten berbahaya.

“Ketika diketahui ada konten yang kondisinya membahayakan, maka ditegakkan hukum terhadap mereka karena kita telah memiliki peran hukum pada Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016,” kata Boy.

Back to top button