Crispy

“Laporan Pentagon Soal Rencana Militer Cina di Indonesia Tak Berdasar”

“Kami tidak izinkan pangkalan asing di wilayah nasional Indonesia,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah

JERNIH– Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan, laporan Departemen Pertahanan Amerika Serikat tentang kemungkinan Cina membangun jaringan logistik di sejumlah negara, termasuk Indonesia, merupakan hal yang “tidak berdasar”. Kemlu mengatakan bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia tidak akan pernah mengakomodasi hal itu.

“Kami tidak izinkan pangkalan asing di wilayah nasional Indonesia,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, kepada BenarNews.

Laporan tahunan setebal 200 halaman yang dipresentasikan ke Kongres tersebut menjelaskan bahwa Cina mempertimbangkan rencana tambahan fasilitas logistik militer untuk mendukung proyeksi angkatan laut, udara dan darat, di mana Indonesia menjadi salah satu dari 12 negara yang direncanakan sebagai lokasi.

Menurut laporan Departemen Pertahanan  AS itu, selain Indonesia, negara-negara seperti Myanmar, Thailand, Singapura, Pakistan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, dan Tajikistan menjadi pertimbangan Cina untuk pembuatan markas militer.

“Membaca release tersebut sangat tidak jelas karena di dalamnya menyebutkan ada kata mempertimbangkan dan sifatnya kemungkinan dan sama sekali tidak bisa dibenarkan kebenarannya. Itu seakan hanya melemparkan isu saja,” ujar Faizasyah.

Faizasyah menjelaskan, posisi Indonesia tidak akan pernah menjadi bagian dari suatu persekutuan militer yang membuka pangkalan militer. “Tidak pernah ada dalam tradisi dan posisi Indonesia,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, Indonesia juga akan menolak jika penawaran pendirian basis militer dari negara manapun tak terkecuali kepada Amerika Serikat. “Kita tidak ingin menjadi bagian dari pakta militer, walaupun kita memulai kerjasama pertahanan yang tertuang dalam defence agreement, seperti kerjasama pelatihan dua negara tapi kami tidak melibatkan diri dari pakta pertahanan,” ujar dia.

Penolakan juga disampaikan DPR RI. “Sistem aliansi pertahanan tersebut tidak dimungkinkan dalam konteks politik luar negeri bebas aktif kita,” kata anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, seperti tertuang dalam situs resmi DPR RI.

Laporan Pentagon itu mengatakan, jaringan logistik militer People’s Liberation Army (PLA – Tentara Pembebasan Rakyat Cina) dinilai dapat mengganggu operasi militer AS dan memberikan fleksibilitas untuk mendukung operasi ofensif terhadap Amerika Serikat.

Pada Agustus 2017, Cina secara resmi membuka pangkalan PLA pertamanya di Djibouti. Marinir Angkatan Laut PLA ditempatkan di pangkalan dengan kendaraan lapis baja dan artileri beroda tetapi saat ini bergantung pada pelabuhan komersial terdekat karena kurangnya dermaga di pangkalan.

Disebutkan dalam laporan itu bahwa Cina berusaha untuk membangun logistik luar negeri yang lebih kuat dan infrastruktur dasar untuk memungkinkan PLA memproyeksikan dan menopang kekuatan militer pada jarak yang lebih jauh.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa Proyek One Belt One Road (OBOR) Cina juga dapat menciptakan potensi keuntungan militer, seperti menargetkan pelabuhan asing untuk memposisikan dukungan logistik yang diperlukan untuk menopang penyebaran angkatan laut di Samudra Hindia, Laut Mediterania, dan Samudra Atlantik untuk melindungi kepentingannya.

Sementara itu pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan, Indonesia ditargetkan karena posisi Indonesia yang strategis yang terletak diantara dua benua dan dua samudera. “Ini sangat logis, apalagi ada proyek jangka panjang Cina yang termasuk dalam OBOR akan menyinggahi pelabuhan di Indonesia. Penguasaan Indonesia atas Selat yang banyak itu luar biasa,” ujar Rezasyah.

Menurut dia, kedua negara ingin melibatkan Indonesia untuk menyatakan dukungan kepada mereka dan menggelar kerjasama militer yang sifatnya alignment. “Keduanya pengen, cuma Indonesia sadar buat apa kita melibatkan diri dalam skenario jangka panjang kedua negara tersebut karena yang terjadi kan bisa diselesaikan berdua Cina -Indonesia,” ujar dia.

Rezasyah menilai keputusan pemerintah sudah tepat dengan menolak pendirian tersebut. “Boleh kerja sama militer seperti riset, penyelamatan (rescue), pengobatan COVID dan pelatihan bahasa, tapi kalau sifatnya basis militer ini terkesan seperti membentuk aliansi.”

Hal senada disampaikan pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Menurut Hikmahanto, Indonesia sebagai salah satu negara yang disebut dalam Laporan Pentagon harus waspada.

Ia memperkirakan, penyebutan Indonesia dalam laporan tersebut agar Indonesia menaruh curiga yang berlebihan terhadap Cina. “Ini dilakukan karena AS memiliki pengamatan Indonesia terlalu dekat bahkan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap Cina,” ujar dia.

Karena itu, menurut Hikmahanto, Indonesia perlu menjaga jarak antar negara besar yang berseteru dengan kebijakan luar negeri yang bebas aktif. “Bila pengambil kebijakan berat sebelah ke salah satu negara maka akan terlihat seperti mendukung salah satu negara tersebut,” ujarnya. [benarnews]

Back to top button