Crispy

Masa Depan Kepemimpinan Singapura Remang Setelah Wakil PM Mengundurkan Diri

Sebuah tim yang terdiri dari anggota yang lebih muda dari “generasi keempat” para pemimpin sejak kemerdekaan pada tahun 1965 atau leader 4G, harus mencari pengganti Heng yang mundur dari pencalonan.

JERNIH—Singapura, negara kecil yang makmur di Asia Tenggara, tak pernah mengalami gejolak politik. Kali ini Singapura tengah mengalami riak tersebut seiring pengunduran diri kandidat utama suksesi perdana menteri. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan kepemimpinan di negara itu.

Wakil Perdana Menteri Singapura Heng Swee Keat merupakan sosok utama yang digadang-gadang akan menjabat sebagai perdana menteri selanjutnya, menggantikan Lee Hsien Loong.

Namun pada Kamis (8/4) lalu, Heng mengatakan bahwa dia ingin membuka jalan bagi orang yang lebih muda untuk mengambil alih posisi tersebut. Usianya yang sudah menginjak 60 tahun menjadi alasannya untuk keluar dari pencalonan.

“Suksesi tetap menjadi tugas yang mendesak dan tidak dapat ditunda,” kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong, setelah Heng mengumumkan untuk mengundurkan diri.

Lee berharap pemimpin baru akan segera ditetapkan sebelum pemilihan umum berikutnya yang dijadwalkan pada akhir 2025. “Saya tidak berniat untuk bertahan lebih lama,” kata PM Lee, yang telah dua kali selamat dari kanker.

Sebuah tim yang terdiri dari anggota yang lebih muda dari “generasi keempat” para pemimpin sejak kemerdekaan pada tahun 1965 atau leader 4G, harus mencari pengganti Heng yang mundur dari pencalonan.

Para analis melihat Menteri Perdagangan dan Industri Chan Chun Sing, Menteri Transportasi Ong Ye Kung, dan Menteri Pendidikan dan Wakil Kepala Satgas Penanggulangan COVID-19 Lawrence Wong sebagai para kandidat kuat untuk menduduki jabatan perdana menteri.

Mencari sosok baru

Pandemi COVID-19 mendorong Singapura memasuki resesi terburuk, meski telah berhasil mengendalikan penyebaran dengan pembatasan perjalanan dan pelacakan kontak. Singapura menghadapi masalah populasi yang makin menua, meningkatnya proteksionisme, dan kebutuhan membentuk kembali ekonomi untuk fokus pada teknologi.

“Karena Singapura itu sendiri menghadapi tekanan untuk perubahan, begitu pula politiknya,” kata Bridget Welsh, rekan peneliti kehormatan di Universitas Nottingham Asia Research Institute Malaysia.

Sejak meraih kemerdekaan, Partai Aksi Rakyat (PAP) yang kini dipimpin Lee memegang kendali pemerintahan Singapura. Singapura hanya memiliki tiga perdana menteri, termasuk ayah Lee, Lee Kuan Yew.

Proses pemilihan pemimpin dalam PAP memang tidak jelas, tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu akan berubah. “Namun, jika ada pelajaran yang bisa dipetik dari proses-proses yang lalu, mungkin pertimbangan yang lebih besar perlu diambil tentang pandangan para pemilih,” kata Garry Rodan, profesor kehormatan ilmu politik di Universitas Queensland.

Dalam pemilihan umum tahun lalu, PAP mencatat hasil terburuknya. Heng hanya mampu meraih 53 persen suara di daerah pemilihannya.

Analis mengatakan hasil tersebut mengurangi harapan Lee untuk mengamankan mandat kepada generasi berikutnya. Namun, PAP tetap memegang mayoritas di parlemen.

Meski ada sedikit gejolak, para ahli tidak melihat kemungkinan Singapura menuju krisis politik atau perubahan kepemimpinan yang dapat membawa perubahan besar dalam hal kebijakan. “Saya berharap para pemimpin 4G menyadari bahwa masa depan PAP terancam, jika mereka tidak menunjukkan persatuan yang kuat,” kata Inderjit Singh, mantan anggota parlemen PAP kepada Reuters. [Reuters]

Back to top button