Crispy

Pengusaha Kini Ancam PHK Buruh yang Ikut Mogok Kerja

Pihak pengusaha menanyakan keabsahan mogok buruh yang mereka lakukan sebab sesuai aturan, mogok hanya dapat dilakukan jika perundingan antara penerima dan pemberi kerja mengalami jalan buntu.

JERNIH-Pengusaha akan memberi sanksi pada buruh yang ikut dalam aksi mogok kerja nasional dalam rangka menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Para pengusaha itu mengancam memutuskan hubungan kerja (PHK).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut secara hukum, pengusaha boleh melakukan PHK terhadap buruh karena mogok nasional yang dilakukan buruh dianggap illegal, yakni buruh melakukan mogok bukan karena kegagalan perundingan.

Adapun dasar hukum yang dimaksud Shinta adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 137 berbunyi: Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Sedangkan dasar melakukan PHK pengusaha terhadap buruh yang ikut mogok kerja adalah Pasal 3 Kepmen Nomor 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah, dimana disebut bahwa mogok kerja tidak sah apabila dilakukan: a) bukan akibat gagalnya perundingan.

Dengan dasar dua aturan tersebut, menurut Shinta, para pengusaha dapat memberi sanksi pada para buruh tersebut. Namun, sesuai aturan pengusaha wajib melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali, dan jika yang bersangkutan tak memenuhi panggilan atau mangkir, maka sanksi PHK dapat dijatuhkan.

“Prinsip harus kembali ke UU. Di UU Nomor 13 sangat jelas kalau pekerja tidak bekerja maka ada pemangilan untuk diberi peringatan dan jika sudah diberi peringatan tiga kali berturut-turut tidak hadir juga maka dia (pekerja) bisa di-PHK,”. Kata Shinta pada Rabu (7/10/2020).

Apindo juga telah menerbitkan surat edaran (SE) yang berisi imbauan agar pekerja untuk tidak mengikuti mogok nasional pada 6 hingga 8 Oktober 2020.

Dalam SE tersebut pihak pengusaha menanyakan keabsahan mogok buruh yang mereka lakukan sebab sesuai aturan, mogok hanya dapat dilakukan jika perundingan mengalami jalan buntu. Sedangkan para pengusaha tidak pernah merasa melakukan negosiasi bipartit antara penerima dan pemberi kerja.

“Konsep mogok nasional yang ada saat ini tidak bisa dianggap mengikuti aturan mogok, karena tidak ada negosiasi yang terjadi bipartit antara penerima dan pemberi kerja”.

SE juga meminta agar buruh mematuhi Pergub DKI No.88 Tahun 2020 yang melarang masyarakat umum atau pun karyawan melakukan kegiatan berkumpul/ bergerombol di suatu tempat.

“Mengimbau kepada seluruh pekerja/buruh di masing-masing perusahaan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangan, khususnya terkait dengan mogok kerja, serta ketentuan tentang penanggulangan dan penanganan covid-19,” tulis Apindo dalam SE tersebut.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno juga menyebut, bahwa sanksi pada buruh diberikan sesuai dengan kesepakatan kerja bersama (KKB) setiap perusahaan.

“Tergantung KKB tiap perusahaan,” kata Benny.

Jika dalam KKB mengatur sanksi PHK, ia menilai hal itu bisa saja menjadi pilihan pengusaha. (tvl)

Back to top button