CrispyVeritas

Perang Cina-Taiwan Tinggal Tunggu Waktu

  • Ketegangan di Selat Taiwan meningkat stabil sejak tahun 2000.
  • Mencapai puncaknya sepanjang 2021, dengan indeks risiko mencapai 7,21.

JERNIH — China Cross-Strait Academy, sebuah lembaga pemikir yang didukung Beijing, mengatakan Cina dan Taiwan sedang di ambang perang.

Kesimpulan ini disampaikan para peneliti setelah menganalisa tingkat ketegangan di Selat Taiwan, yang disebut berada pada titik tertinggi sepanjang masa.

Peneliti juga melihat faktor-faktor lain, seperti kekuatan militer kedua pihak, hubungan perdagangan, opini publik kedua pihak, peristiwa politik, dan dukungan sekutu.

Lembaga yang berbasis di Hong Kong itu didirikan oleh Lei Xiying, anggota komite Partai Komunis Cina dan didukung Federasi Pemuda Seluruh Cina.

Indeks risiko konflik bersenjata di Selat Taiwan, menurut peneliti, berada pada level 7,21 pada tahun 2021. Skala paling tinggi adalah 10, dan terendah 0.

Mereka juga melihat faktor itu sejak 1950-an, untuk menghasilkan indeks rasio komparatif. Awal 1950-an, ketika pasukan nasionalis Kuomintang melarikan diri ke Taiwan, ideks risiko konflik lebih rendah, yaitu 6,7.

Tahun 1970-an, indeks turun 6,5 dan mencapai titik terendah tahun 1978 dengan 4.55. Penurunan drastis disebabkan keputusan AS menjalin hubungan dengan Beijing.

Tahun 1990-an, risiko konflik juga rendah karena Cina daratan memulai reformasi ekonomi yang menarik investasi dari seluruh dunia, termasuk Taiwan.

Sejak tahun 2.000 indeks meningkat dengan stabil setelah Partai Progresif Demokratik, yang mengarahkan Taiwan untuk merdeka, mengakhiri 55 tahun kekuasaan Kuomintang yang bersahabat dengan Beijing.

Situasi diperburuk dengan pendekatan antagonis Presiden AS Donald Trump terhadap Cina, dan mendekatkan hubungan dengan Taiwan

AS, seperti kebanyakan negara, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan tapi pendukung terpenting dan penjual senjata utama ke Taipei.

Bulan ini, majalah The Economist menyebut Selat Taiwan sebagai tempat paling berbahaya di dunia karena merupakan masalah teritorial paling sensitif, serta titik utama perselisihan Cina-AS.

Beijing mengklaim Taiwan sebagai propinsi yang membangkang, dan belum menanggalkan penggunaan kekerasan untuk memaksa rejim di Taipei tunduk.

Lei Xiying mengatakan perubahan dinamika politik di Selat Taiwan, dan hubungan Washington-Taipei, adalah dua faktor destruktif yang meningkatkan risiko.

“Jika tren ini terus berlanjut, penyatuan Taiwan dengan daratan Cina secara paksa hanya masalah waktu,” katanya.

Back to top button