Crispy

Rektor Ini Beberkan Langkah Moderasi Agama di Kalangan Kaum Milenial

Langkah untuk level pertama, yakni perlunya membuat konten terkait pesan-pesan yang umum, seperti mengenai pentingnya hidup bersama dan menjaga kehidupan damai sebagai bangsa maupun sesama umat manusia.

JAKARTA – Selama ini, penanaman moderasi beragama dari paham kekerasan banyak menjadi konsumsi akademisi dan kaum inteletual, sehingga kaum milenial sulit menerima. Oleh sebab itu, perlu langkah agar moderasi beragama bisa diterima kaum milenial.

Hal itu dikatakan Rektor Institut Agama Islam Sahid, Muhammad Imdadun Rahmat, di Jakarta, Jumat (17/4/2021).

Menurut Rahmat, langkah untuk level pertama, yakni perlunya membuat konten terkait pesan-pesan yang umum, seperti mengenai pentingnya hidup bersama dan menjaga kehidupan damai sebagai bangsa maupun sesama umat manusia.

“Dilakukan secara simultan, dari level paling bawah untuk milenial, atau yang baru kenal atau baru mau belajar agama, untuk mendapatkan pesan-pesan sederhana, singkat, dan pendek seperti penyebaran flyer-flyer atau video-video pendek,” ujarnya.

Apalagi selama ini dari yang dilihatnya masih sangat minoritas dibanding dengan konten-konten lebih bercorak ke arah radikal di media sosial.

Langkah untuk level kedua, yakni berharap adanya konten-konten yang lebih ‘berat’, yaitu penjelasan mengenai dalil-dalil dalam kitab suci yang bisa memberikan peneguhan dan pembenaran bahwa paham keagamaan moderat adalah benar, sesuai dengan Islam. Karena hal itu perlu argumen dan dalil.

“Konten-konten ini lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan konten pertama tadi. Dalam hal ini memang peran para ustadz, tokoh agama, dan intelektual menyediakan konten tersebut. Jadi sudah harus menghadirkan dalil-dalilnya yang memberikan landasan bagi kebenaran Islam moderat, Islam wasathiyah. Itu untuk yang level menengah,” kata dia.

Level ketiga, yaitu kerja para intelektual yang bener-bener, yakni berupa penerbitan buku mengupas pentingnya moderasi agama dari berbagai tinjauan, baik dari sisi sosial, psikologi, ekonomi, politik, kebudayaan, dan peradaban Islam. Karena peradaban kebudayaan dan peradaban Islam itu hanya bisa dibangun dengan pendekatan keagamaan yang wasathiyah dan moderat.

“Sejarah telah membuktikan itu. Karena semua bentuk ideologi yang mengarah kepada kekerasan dan teror sejak zaman dulu selalu menghasilkan kehancuran. Nah argumen-argumen yang lebih educated perlu terus ditulis dalam bentuk penelitian dan buku. Ini untuk level yang lebih tinggi,” katanya.

Disamping itu, pentingnya influencer yang bisa masuk untuk menarik generasi milenial. Dimana diperlukan narasumber tokoh-tokoh muda, ustad muda, kiai muda yang menurutnya bisa untuk lebih diterima kalangan milenial.

“Milenial inikan juga banyak, levelnya bertingkat-tingkat. Ada yang beginners dalam beragama dan ada yang sudah mulai ingin mendalami dan ada pula anak muda yang membutuhkan asupan keagamaan dalam bentuk yang lebih intelektual akademik. Mereka itu sudah tidak lagi berpikir siapa yang menyampaikan, tetapi sedalam apa dan sekuat apa argumen dari konten yang mereka baca,” ujar dia.

Ia menambahkan, masuknya paham radikal kekerasan melalui pemahaman keagamaan, dapat masuk melalui dunia pendidikan. Pertama dari pembelajaran di kelas, baik melalui kurikulum resmi dan yang kedua dari proses pembelajaran di luar kelas. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan di rohani Islam.

Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dan revisi pembelajaran mata pelajaran agama di kelas dan kegiatan di luar kelas berupa ekstrakurikuler.

“Termasuk kegiatan di masjid di mushola, rohis, dan ceramah informal yang bisa menjadi pintu masuk, yang harus diwaspadai dari kalangan anak muda, SMP-SMA,” katanya.

Back to top button