Crispy

Tentara Myanmar Ubah Perayaan Tahun Baru Thingyan Jadi Pesta Pembantaian

  • Semula warga menolak keluar rumah untuk menghormati korban tewas.
  • Belakangan warga keluar rumah untuk berdemo, dan mengesampingkan perayaan Thingyan.
  • Tentara merespon dengan menembak aksi unjuk rasa, dan mereka yang berada di luar rumah.

JERNIH — Setiap tahun masyarakat Myanmar merayakan Tahun Baru Tradisional dengan suka cita di seluruh negeri. Tahun ini, Tentara Myanmar mengubah perayaan menjadi pembantaian dengan korban 26 warga sipil tewas.

Jumlah korban kemungkinan akan bertambah, karena korban luka serius tidak ditangani sesuai prosedur medis. Beberapa orang hilang, dengan kemungkinan diculik tentara dan dieksekusi di tempat tersembunyi.

Festival Air Thingyan, demikian nama salah satu acara Perayaan Tahun Baru dalam tradisi Myanmar, berlangsung lima hari. Saat itu setiap warga keluar rumah, saling memercikan air sebagai perlambang menghapus kesialan pada tahun sebelumnya.

Warga mengunjungi kuil untuk berdoa. Para biksu sibuk memimpin upacara. Perayaan serupa juga digelar di Thailand, Kamboja, dan Laos, dan menjadi atraksi budaya menarik.

Tahun ini pesta Thingyan di Myanmar ditiadakan di sejumlah sebagian kota besar di sekujur negeri. Warga menolak keluar rumah dan merayakan Thingyan sebagai tindakan menentang rejim militer dan menghormati mereka yang terbunuh.

Belakangan, warga mengubah suasana. Di sejumlah kota, warga keluar rumah tapi untuk menggelar demo damai menentang kudeta militer.

Tentara Myanmar mengubah demo damai itu menjadi mimpi buruk. Peluru menyalak, darah tumpah di jalan-jalan, dan jenazah bergelimpangan.

Di Mytinge, kota kecil di wilayah Mandalay, tentara memberondong pendemo yang mencegah ulah tentara menjarah sumbangan publik untuk staf kereta api yang mogok. Sumbangan itu disimpan di sebuah biara.

Warga melawan dengan membalas tembakan tentara. Mereka menggunakan senapan berburu untuk menjatuhkan personel militer.

Di Tamu, kota di perbatasan India, suami-istri etnis Gurkha ditembak mati saat melaju dengan sepeda motor. Keduanya dalam perjalanan pulang setelah mengumupulkan susu sapi untuk dijual ke komunitas mereka.

Di Yangon, U Nyein Htet (44) ditembak mati saat sedang menunggu bus di halte MinLan, di Kotapraja bahan. Penemabkan terjadi pukul 17:00. Saat itu tentara menghentikan kendaraan yang lewat di Jl U Chit Maung usai menginspeksi serangkaian ledakan.

Tentara menembaki mobil yang lari. Mobil menabrak U Nyein Htet, yang saat itu sudah terkena tembakan. Tubuh U Nyein Htet dibawa pergi, tapi dikembalikan ke keluarganya beberapa jam kemudian.

Pada hari pertama Thingyan, seorang pria ditembak di wilayah Mytinge ketika sepasukan tentara menggrebek bangsal Thazin. Menurut penduduk, polisi dan tentara menggrebek sebuah masjid dan merampok kotak amal.

Thingyan paling berdarah terjadi di Kotapraja Kani, wilayah Sagaing. Di sini, sembilan orang tewas. Di Kotapraja Maha Aung Myai, seorang Muslim bernama Ko Ko Htet ditembak di dada saat tentara menyerbu Masjid Sule.

Terakhir, di Mogoke tiga orang tewas dan empat lainnya terluka ketika pasukan menyerang aksi unjuk rasa. Massa yang berlarian terus ditembaki tentara secara brutal.

Myanmar mungkin akan mencatat peristiwa ini sebagai Pembantaian Thingyan.

Back to top button