Depth

Plastik Mulai Memasuki Rantai Makanan

JAKARTA—Plastik kini tak hanya dengan mudah ditemukan di lambung hewan-hewan laut yang ditemukan mati, atau pada kambing-kambing sembelihan di perkotaan. Di Jawa Timur ditemukan pula pada telur ayam kampung.

Di Desa Bangun, Jawa Timur, misalnya, gunung-gunung sampah plastik yang ternyata diimpor, dengan mudah banyak dijumpai. Sebagian warga juga terpaksa membakar sampah-sampah plastik tersebut manakala berceceran, agar tidak menyumbat got dan mengotori jalan-jalan di lingkungan mereka.

Seperti umumnya di perdesaan, banyak warga di sana memelihara ayam bukan rasa alaias ayam kampung. Hewan peliharaaan itu lazim dilepaskan berkeliaran mencari makan sendiri. Sayangnya, ayam-ayam yang mencari makan itu tidak bisa menghindari sampah plastik saat mencari makan di antara tumpukan sampah. Akibatnya, terbukti telur ayam kampung yang mereka hasilkan tercemar bahan kimia berbahaya.

Petugas Bea Cukai memeriksa timbunan sampah plastik yang diimpor pengusaha selfish.

Peneliti mengetes sampel telur ayam kampung dari Desa Bangun selama tahun 2019 lalu. Hasilnya, telur-telur ayam yang dikumpulkan dari masyarakat setempat terbukti mengandung bahan kimia terlarang seperti dioksin dan PFOS yang sulit diuraikan. Ada juga bifenil poliklorinasi (PCB), eter difenil polibrominasi (PBDEs), parafin terklorinasi rantai pendek (SCCP) dan perfluorooctane sulfonate (PFOS) dalam tingkat yang tinggi.

“Dengan berat hati kami minta masyarakat untuk tidak mengonsumsi telur dan ayam sampai adanya penyelidikan lebih lanjut dan pengumuman oleh pemerintah pusat,” ujar Yuyun Ismawati, pendiri dan penasihat senior LSM Nexus3, kepada Deutsche Welle. Beberapa keluarga yang memiliki anak dan memiliki masalah kesehatan juga sudah disarankan untuk pindah ke lokasi lain.

Bahan bakar pabrik tahu

Sementara di Desa Tropodo, Kecamatan Waru, Sidoarjo, plastik-plastik sampah sisa impor itu dibakar menjadi sumber energi pabrik tahu. “Ada 50 pabrik tahu di Desa Tropodo. Semuanya memakai sisa sampah plastik seperti film plastik dan kemasan fleksibel guna menghasilkan panas dan uap untuk pemrosesan tahu,” ujar Yuyun.

Sampai sejauh ini belum ada hasil penelitian apakah tahu yang dihasilkan mengandung sisa partikel plastik atau tidak. Yuyun mengatakan, pihaknya akan tahu hasilnya pada Februari 2020, bulan-bulan ini. Para peneliti juga belum mengetes sampel makanan lain dari desa tersebut.

Impor plastic tentu saja menguntungkan importirnya. Pada sisi tertentu juga pembeli yang menggunakannya untuk bahan bakar. Tetapi jelas, ada harga mahal yang dibayar warga. Sejumlah penelitian mengatakan bahan kimia sisa plastik dalam telur-telur ini berdampak serius pada manusia, seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan endometriosis.

Sementara bahan kimia tahan api, SCCP dan PBDEs mengganggu fungsi endokrin dan juga alat-alat reproduksi. Bahkan PFOS menyebabkan kerusakan sistem reproduksi dan kekebalan tubuh. [deutsche welle]

Back to top button