Oikos

1 dari 5 Kematian Balita di Indonesia Akibat Pneumonia

JERNIH – Masih jelas di ingatan Vika ketika bayinya, Lala meraung di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lala tidak nyaman harus dipasang nebulizer dan infus. Bayi usia 8 bulan itu tidak ingin lama-lama di rumah sakit. Apa daya, Lala harus menghabiskan tiga hari di bangsal rumah sakit untuk mengatasi bronkopneumonia yang dideritanya.

“Bunyi nafasnya grek grek gitu. Nafsu makan juga turun drastis. Saya ingin menangis. Saya hanya ingin Lala sembuh dan kembali ke rumah,” ungkap Vika mengenang hari-hari beratnya mendampingi Lala.

Vika adalah satu dari jutaan orang tua di dunia yang anaknya mengidap pneumonia. Di Indonesia, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2019 ada lebih dari 400.000 kasus Pneumonia di Indonesia. Jika Lala tidak terselamatkan, akan menambah jumlah korban Pneumonia.

Riset John Hopkins University dan Save the Children menyebutkan, jika pencegahan Pneumonia tidak dilakukan, hingga tahun 2030 akan ada sekitar 11 juta kematian anak. Ini bukan angka yang kecil mengingat Pneumonia sendiri menjadi pembunuh nomor dua untuk balita di Indonesia.

CEO Save the Children Indonesia, Selina Patta Sumbung mengatakan, setiap 1 menit, 2 balita meninggal atau 2.500 balita setiap hari akibat Pneumonia. Pneumonia menyebabkan 15% dari semua angka kematian balita.

“Pembunuh balita utama di dunia lebih banyak dari AIDS, malaria dan campak sekaligus. Di Indonesia sendiri Pneumonia bersama dengan diare penyebab utama kematian balita dan anak,” pada acara Festival Sehat Anak Indonesia, kemarin.

Ia mendorong berbagai pihak termasuk swasta untuk terlibat bersama dalam gerakan Stop Pneumonia ini. Save the Children bersama Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan peran lembaga usaha seperti PT Pfizer akan bersama mengatasi Pneumonia pada anak agar julukan “The Forgotten Killer” atau “Pembunuh yang terlupakan”, bisa dihilangkan.  [*]

Back to top button