POTPOURRI

Berlayar di Chao Phraya,Terkenang Sungai di Indoseia

Ratusan atau mungkin ribuan ikan patin segera bermunculan ke permukaan, begitu mendengar suara deru mesin perahu mendekat. Menanti roti atau makan lain dilemparkan oleh para wisatawan. Mereka berebut. Membuat air menggelegak dan menggoyang perahu.

Oleh   : Usep Romli H.M.

Sebagai sebuah negara tua, Thailand memiliki kekayaan obyek wisata yang kaya raya. Mulai dari panorama alam pantai,sungai dan pegunungan, bangunan-bangunan kuno, tradisi budaya ,hingga atraksi moderen. Pantas jika setiap tahun, Thailand mendapat kunjungan rata-rata 50 juta wisatawan mancanegara.

Salah satu pusat kunjungan wisata paling menarik, adalah Bangkok. Kota metropolitan yang kini terus memacu pembangunan gedung-gedung pencakar langit, menyamai Hongkong dan Singapura, mampu memadukan gerak bisnis ekonomi bertaraf internasional, dengan penyajian wisata lokal. Salah satu di antaranya, adalah wisata sungai Chao Phraya, yang berlangsung non-stop 24 jam siang malam.

Sungai sepanjang 400 km, lebar 300 m, dan kedalaman 20-40 meter, tak pernah sepi dari lalulalang alat angkutan air. Termasuk kapal-kapal kargo pengangkut beras yang akan diekspor ke luar negeri. Kebersihan sungai yang membelah kota metropolitan Bangkok itu, dipuji dan dikagumi setiap orang yang berlayar  mengarunginya. Tak ada sampah dan limbah di situ. Pemerintah Thailand sangat keras dan tegas menjaga kebersihan sungai Chao Phraya yang di sepanjang sisi-sisinya terdapat hotel-hotel besar, obyek-obyek wisata terkenal, perkantoran, rumah sakit dan juga istana raja.

Siang hari, para wisatawan dibawa naik perahu bermotor, berisi 30-40 penumpang. Mengarungi sungai  ke arah hulu. Menyinggahi beberapa kanal yang padat pemukiman penduduk. Pada salah satu kanal, terdapat lokasi pengembang-biakan ikan patin. Ratusan atau mungkin ribuan ikan patin segera bermunculan ke permukaan, begitu mendengar suara deru mesin perahu mendekat. Menanti roti atau makan lain dilemparkan oleh para wisatawan. Mereka berebut. Membuat air menggelegak dan menggoyang perahu.

Atraksi alamiah yang berlangsung beberapa menit itu, sungguh mengesankan. Betapa di sebuah sungai besar di tengah kota, ikan masih dapat hidup terpelihara. Bebas dari keracunan limbah. Juga bebas dari penangkapan liar tak kenal batas. Kelestarian sungai Chao Phraya selayaknya menjadi contoh bagi pengelolaan sungai-sungai besar. Termasuk di Indonesia, khususnya Jawa Barat, yang sungai-sungainya, seperti Citarum, Ciliwung, Cikapundung , dibiarkan membangkai. Dibiarkan menjadi tempat pembuangan aneka jenis kotoran baik dari rumah tangga, maupun dari pabrik-pabrik industri.

Dari kanal “ikan patin”, perahu berbelok pulang. Namun singgah dulu di obyek wisata reliji Budha. Yaitu Pagoda Wat Arun. Banngunan tinggi menjulang, buatan abad 17. Setiap hari, Wat Arun dikunjungi 50 ribuan wisatawan, yang ingin mengagumi keindahan pagoda tersebut.  Seperti sungai Chao Phraya, lingkungan Wat Arun juga bersih resik. Para pedagang segera memunguti sampah plastik atau kertas yang tercecer. Memasukkannya ke wadah sampah yang setiap enam jam, secara rutin diangkut oleh kendaraan pengolah sampah. Kelapa kopyor, baik yang segar maupun dibakar, menjadi pavorit pengunjung. Juga buah jambu air, jambu batu “Bangkok”, mangga dan delima, menjadi pavorit di tengah cuaca terik panas. Semuanya bebas dari zat pewarna dan zat pemanis atau pengawet, karena pemerintah melarang keras penggunaannya  secara umum.

Pada malam hari, yang beroperasi hanya kapal-kapal pesiar (cruiser) ukuran besar bermuatan 300-400 penumpang. Mengarungi keindahan malam Chao Phraya dan Bangkok yang berbinar cahaya, selama dua jam pulang pergi. Dari pelabuhan “River City” ke arah hulu hingga kelokan dekat hotel Hilton, kembali lagi ke “River City”.

Di atas kapal, para wisatawan mendapat suguhan makan malam “prasmanan”. Di lantai bawah, diiringi alunan merdu para penyanyi diiringi gitar dan elekton. Salah satu lagu yang dilantunkan adalah “Panon Hideung” dan “Burung Kakatua”. Mungkin sebagai penghormatan, karena sebagian besar wisatawan di lantai bawah, berasal dari Bandung dan kota lain di Indonesia.

Sedangkan di lantai atas, disediakan arena “ajojing”. Dipandu “disk jockey”, penumpang yang berminat, dapat  “gedeg” beramai-ramai.  Di beberapa tempat yang dilalui, terdapat juga orang-orang yang sedang “ijrag-ijragan” meningkahi suara musik cepat dan keras. Kafe-kafe dan hotel=hotel sepanjang Chao Phraya menyediakan tempat terbuka untuk hiburan semacam itu.

Walaupun Chao Pharya pernah mendatangkan malapetaka bagi Bangkok dan Thailand, berupa banjir besar Oktober 2011, akibat cuaca ekstrem, namun  dalam kesehariannya, sungai itu ramah dan menyenangkan. Tentu saja karena airnya bersih bening, habitatnya lestari, dan terlindungi dari segala macam perusakan. Sehingga menjadi asset wisata yang amat mempesona dan membanggakaan.

Selama berlayar di Chao Praya, ingatan melayang ke Citarum Ciliwung dan lain-lain yang sudah pada perlaya. [   ]

Back to top button