Solilokui

Al-Quran Kitab Cinta

Jika ditelaah lebih jauh, sebenarnya puncak etika Al-Quran  itu tidak berhenti pada level taqwa, tapi ihsan (cinta). Meskipun ada pula pendapat, bahwa esensi taqwa itu—pada level tertinggi—maknanya sama dengan ihsan.

Oleh Deden Ridwan*

WAHYU pertama Al-Quran memang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw pada bulan Ramadhan. Bagaimana sesungguhnya makna fundamental Al-Quran itu bagi manusia?

Pesan moraletis

Menurut Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam terkemuka—gurunya Nurcholish Madjid dan Buya Syafii Maarif—dalam sebuah tulisannya, Some Key Ethical Concepts of the Qur’ān (1983), menegaskan bahwa prinsip moral-etis menjadi elan vital Al-Quran.

Deden Ridwan

Tak pelak, Al-Quran tidak hanya merupakan kumpulan hukum, meskipun berisi sejumlah dasar hukum untuk pelbagai ibadah seperti doa, puasa, dan haji. Al-Quran justru lebih menekankan aspek-aspek moral-etis yang sangat diperlukan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kepentingan utama Al-Quran adalah kemanusiaan.

Dengan premis seperti itulah, Prof. Rahman merumuskan konsep etika Al-Quran berbasiskan tiga elemen kunci: Iman, Islam, dan Taqwa.

Secara singkat, Iman adalah sikap yakin dan taat kepada Tuhan, sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Iman melahirkan karakter pribadi yang tangguh, percaya diri, dan tanpa ragu.

Sementara Islam berarti sikap menerima dan pasrah terhadap kewajiban atau tantangan kehidupan moral-kemanusiaan. Artinya, Islam lebih mengukuhkan manifestasi dan aktualisasi nilai-nilai Iman dalam konteks kehidupan sehari-hari yang bersifat historis-empiris. Islam adalah sebuah prilaku etis-praktis sebagai bukti adanya Iman.

Ya, Islam melahirkan sikap dan komitmen moral-etis-kemanusiaan yang menggerakkan  kehidupan.

Iman dan Islam tak bisa dipisahkan, bagaikan ikan dan air. Tak ada Islam tanpa Iman. Pun sebaliknya. Namun, keduanya harus terus-menerus diasah dan dipupuk. Jika hubungan keduanya semakin kokoh dan organik, akan membawa manusia menuju taqwa, yakni kemampuan mengukur konsekuensi dari tindakan baik atau buruk.

Dengan begitu, taqwa berarti melindungi, menyelamatkan diri dari kehancuran. Ibarat pakaian, taqwa adalah pelindung atau penjaga dari terik panas matahari supaya tubuh manusia tidak kepanasan dan “hancur”.

Dengan taqwa, manusia dapat memaksimalkan setiap potensi yang dipercayakan Tuhan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi. Manusia yang selalu melihat kenyataan itu terjadi dengan cahaya taqwa akan dapat memenuhi amanah Tuhan melalui potensi mereka. Dan, amanah Tuhan yang paling esensial itu adalah memuliakan sesama manusia.

Dengan demikian, taqwa menjadi puncak etika Al-Quran sekaligus fondasi Islam itu sendiri. Dari rahim inilah lahir peradaban Islam.

Risalah cinta

Namun demikian, jika ditelaah lebih jauh, sebenarnya puncak etika Al-Quran  itu tidak berhenti pada level taqwa, tapi ihsan (cinta). Meskipun ada pula pendapat, bahwa esensi taqwa itu—pada level tertinggi—maknanya sama dengan ihsan. Cendekiawan Muslim Indonesia Haidar Bagir dalam Risalah Islam Cinta (2014), menyuguhkan bahwa Ihsan (cinta)—selain Iman dan Islam—menjadi pilar keislaman yang paling krusial.

Bahkan, ihsan merupakan rukun agama; posisinya sejajar dengan rukun Iman dan Islam. Karena ihsan dianggap sebagai tingkatan ibadah paling tinggi. Al-Quran memastikan, bahwa mati dan hidup ini oleh Allah diciptakan untuk menguji siapa yang amalnya paling ihsan.

Jadi, kalau dilihat dari pesan Al-Quran tersebut, bangunan Islam itu puncaknya: ihsan. Walaupun hal ini acap kali kini terlupakan. Inilah yang dimaksud dengan risalah cinta.

Seandainya ihsan ditinggalkan, kehidupan manusia akan semakin “keras”, semrawut, dan “berantakan”. Bahkan tanpa ihsan, ibadah pun akan kehilangan makna. Hampa. Manusia akan menganggap dirinya merasa paling benar dengan cara menyalah-nyalahkan orang lain. Karena, ihsan sebetulnya adalah cinta yang melahirkan akhlak.

Kalau orang beribadah, akhlaknya kurang, akhirnya fiqih (Islamic law) dijadikan sebagai alat berantem. Orang kalau beriman, merasa dirinya beriman dan akidahnya kuat, tapi akhlaknya “ketinggalan di belakang”, akidah ini yang menjadikan dia berantem—kondisi seperti inilah yang acap kali kita saksikan akhir-akhir ini. Menyedihkan. Memalukan.

Bukan hanya berkelahi dengan non-Muslim, tapi juga berjotos dengan sesama Muslim sendiri. Ibadah dan akidah baru menjadi rahmat yang menyejukkan ketika dipuncaki oleh ihsan (cinta).

Di dalam Al-Quran ditegaskan, bahwa Allah mencintai orang-orang yang mencintai-Nya, berbuat ihsan kepada orang banyak. Apa pun suku, ras, dan agamanya. Lalu, ada juga satu ayat yang mengatakan: Tidak ada balasan ihsan, kecuali ihsan (pula).

Allah sudah menegaskan, bahwa kamu harus ihsan kepada Allah. Dan kalau kamu ihsan kepada Allah, kamu harus ihsan kepada makhluk yang Dia cintai. Rasulullah mengatakan, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling baik akhlaqnya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri menegaskan, bahwa beliau diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Tak ada misi lain.

Jadi, seluruh ciptaan itu dikatakan sebagai keluarganya Tuhan. Kita bersaudara; tidak boleh saling menghina  dan membenci antara satu-sama lain. Menghina ciptaan Allah berarti sesungguhnya kita sedang menghina Allah sendiri.

Tak hanya itu, kita bahkan diwajibkan untuk selalu berbuat baik terhadap sesama makhluk. Maka, orang yang Islamnya benar, hatinya penuh ihsan (cinta), tidak ada ruang setitik pun bagi kebencian. Bahkan, kepada orang-orang non-Muslim atau jahat sekalipun. Dengan begitu, manusia akan semakin tertarik dan kagum pada Islam.

Kalau ada kelompok Islam merasa dirinya paling benar, paling suci, intoleran, dan memusuhi perbedaan, itu berarti mereka kehilangan spirit ihsan dalam nafas hidupnya. Ya, hilangnya pilar cinta dalam pemahaman Islam. Akibatnya, mereka malah melenceng jauh dari nilai-nilai Islam. Dan, pada saat yang sama justru akan merusak citra dan cita Islam itu sendiri.

Nah, kalau diringkas, bisa dikatakan, Al-Quran adalah kitab cinta. Di dalamnya, terhampar samudra cinta, yang mengajarkan manusia untuk meninggikan kasih-sayang kepada sesama makhluk sekalipun.[ ]

*Seorang pegiat buku, penulis dan produser. Film terbarunya ‘DEMI WAKTU’; Surat Cinta Lafran Pane‘, akan segera tayang di Bioskop setelah Covid-19 hilang.

Back to top button