Solilokui

Dari Pengalaman Masa Jadul Soal Sertifikasi Halal

Sementara di pihak mahasiswa, betapa banyak keinginan baik kita berhenti pada wilayah diskusi. Hingga membuat hal-hal baik yang dibicarakan itu tidak sampai terasa manfaatnya bagi umat. Jauh-jauh dari menyejarah, bermanfaat besar dan lama bagi sesama.

Oleh  : A. Johan Tamimi

JERNIH—Kira-kira kejadiannya tahun 1994. Saya pergi ke Jakarta dari Bandung. Untuk tujuan apa, maafkan, saya tidak ingat. Yang teringat, kami ke kantor teman, Mas Kuncoro,  di sebuah perumahan pekerja Migas, lokasinya dari Kebayoran Lama agak ke barat sedikit.

Johan Tamimi

Besoknya kami berdua, saya dengan Mas Kuncoro, berangkat ke kantor sertifikasi halal di lantai dasar Masjid Istiqlal. Tempatnya masih sederhana. Di sana kami dikasih brosur seputar program sertifikasi halal, sebuah program yang saat itu baru seumur jagung.

Tidak lama kemudian, datang ulama senior di tempat ini,  Bapak KH Ali Yafie. Kami berdua langsung mendekat, tak ada malu apalagi ragu-ragu, kami langsung memperkenalkan diri. Dibawalah kami ke ruang kantor yang lebih memungkinkan kami bertiga  berdialog, mengeluarkan segala unek unek, suara anak jalanan yang dalam benak kami saat itu merupakan proses pencarian kebenaran.

Apa yang terjadi? Kami berbicara banyak. Menjelaskan program, tema-tema yang biasa menjadi bahan diskusi antaraktivis, yang menjadi agenda masjid-masjid kampus di Bandung. Dari awalnya satu-dua menit, akhirnya ternyata kami bicara kira-kira 25 menit sendiri.

Pak Ali Yafie dengan sabar dan tekun mendengar apa yang kami katakan. Beliau hanya sedikit berkata–tidak lebih lima menit–. Benar-benar seperlunya. Tetapi semua penuh kebijakan yang telah menjadi keyakinan dan jalan hidup yang beliau jalani. Seperti setetes air di padang gurun, sangat berarti dan terkesan bagi kami. Bertemu dengan ulama senior, sebagai tanda bahwa gerakan pemuda dan mahasiswa yang kami jalani dan gerakkan, lurus segaris dengan kenyakinan para ulama senior. Sebuah jalan yang kami yakini adalah jalan mencari keridhoan. Agar Allah pun ridho kepada kami.

Semua telah berlalu, bekas jejak hilang sudah, yang ada tinggal pengalaman dan proses belajar.

Belajar apa? Bahwa yang tampak ke permukaan, betapa sederhana langkah pendirian lembaga sertifikasi halal. Ternyata setelah ditekuni, semua meniscayakan adanya sumber daya manusia yang pas, payung lembaga yang tepat, dan sebagainya, hingga program itu dapat berkembang dan banyak bermanfaat bagi umat dan Indonesia.

Sementara di pihak mahasiswa, betapa banyak keinginan baik kita berhenti pada wilayah diskusi. Hingga membuat hal-hal baik yang dibicarakan itu tidak sampai terasa manfaatnya bagi umat. Jauh-jauh dari menyejarah, bermanfaat besar dan lama bagi sesama. [  ]

Back to top button