Solilokui

“Kopi Panas Radhar Panca Dahana”: Masa Lalu Jangan Dijadikan Hantu

Kita kembalikan saja ke situ. Kembali kita pulang, back to. Mundur satu dua langkah untuk maju 100-200 langkah

JERNIH—“Seperti sering saya jelaskan sebelumnya, basis dari semua persoalan kebangsaan yang kita hadapi, adalah ketika kebudayaan: budaya politik, budaya bisnis-ekonomi, sampai budaya pendidikan, budaya berakademi, berhukum dan lain-lain, sudah meninggalkan kenyataan yang bersifat mendasar dari kebudayaan kita.”

radhar panca dahana, jernih.co
Radhar Panca Dahana

“Nilai-nilainya, norma, moralitas dan estetikanya, yang selama ini kita percaya menjadi acuan atau bahkan menjadi pondasi dari upaya kita meluhurkan atau memuliakan kehidupan manusia. Itulah tugas kebudayaan, sebenarnya. Di mana pun.”

“Walau pun ada kebudayaan lain yang sifatnya merusak, mendestruksi, dan negative, tapi kebudayaan yang kita majukan, yang kita bela selama ini, adalah kebudayaan yang bersifat positif. Membangun, dan menangkal hal-hal yang negatif dari perbuatan kita sendiri, yang memang manusia memiliki kapasitas yang tak dimiliki makhluk lain untuk berbuat  dalam dua cabang yang bertentangan: baik dan buruk. Karena hanya manusia yang punya will, punya kehendak, akibat dia diberikan anugerah yang tak dimiliki makhluk lain, akal namanya.

“Akal melahirkan will, will melahirkan pilihan, pilihan melahirkan budaya. Karena itu hanya manusia yang memiliki kebudayaan. Itu basis dari perikehidupan.”

“Nah, perikehidupan yang diatur dalam tata politik, ekonomi dan yang lainnya tadi basisnya adalah hal–hal mendasar tersebut. Nah, kita kembalikan saja ke situ. Kembali kita pulang, back to. Mundur satu dua langkah untuk maju 100-200 langkah. Itu biasa.”

“Dalam sepakbola, dalam catur, dalam kehidipan, dalam perpolitikan, itu biasa. Kita mundur untuk melihat kembali dunia apa, khazanah dan wilayah apa yang selama ini telah kita lupakan? Yang kita tinggalkan dan nafikan karena kita anggap itu bertentangan dengan realitas sekarang? Yang kita anggap itu bertentangan dengan elan  masa depan, yang kita anggap bertentangan dengan norma-norma masa kini alias modern. Itulah yang disebut tradisi, disebut kebudayaan lama, disebut primordialisme.”

“Padahal sesungguhnya kearifan, kebijakan, bahkan pengetahuan-pengetahuan yang tidak kalah tingginya dengan pengetahuan yang disebut sebagai sains, tidak mungkin kita tinggalkan begitu saja. Ditinggal terkubur menjadi makam yang tak terpelihara dan kelihatan seperti gundukan alang-alang, yang dipenuhi kecoa, tikus atau mungkin hantu-hantu. Tak mungkin kita menjadikan masa lalu kita hanya menjadi hantu-hantu…”[ ]

Back to top button