Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Jalan Cinta, Jalan yang Hening dan Bening

Guna merasai itu, cobalah engkau terbang tinggi-tinggi ke alam imajinasi: berjalan di atas air yang bening. Tataplah bayang-bayang dirimu sejenak: apakah engkau merindukan cinta?

JERNIH–Saudaraku,

Tatkala aku menyelami penghuni bumi. Kurasakan karakter manusia-manusia kiwari. Menghiasi ruang-ruang gemerlap kemewahan, dirayakan penuh keceriaan. Menari-nari di atas kapal pesiar. Mengarungi bayang-bayang Sungai Nil, ditemani sepoi-sepoi angin malam. Mengelilingi bukit-bukit istana Raja Midas, bekerlapan batu-batu berlian. Tak aneh, banyak khalayak, terutama kaum hawa, terhipnotis kemilau cahaya fantastis itu.

Deden Ridwan

Aku menyaksikan dengan mata sendiri. Mereka cenderung hidup dengan pola konsumtif dan materialistik, buah dari sistem industrialisasi. Menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan. Benar, kemajuan teknologi. Mencoba menandingi Tuhan. Tanpa disadari telah menyeret hidup mereka dari pusat lingkaran eksistensinya. Menyusut garis-garis titik nol. Mengerdilkan martabat di hadapan keglamoran.

Sadarlah. Keberadaan mereka di luar eksistensi itu, tecermin pada perasaan gelisah terus-menerus tanpa tahu sebabnya; ketiadaan rasa aman dan tenteram dalam hati; dan tumbuhnya perasaan terasing terhadap diri sendiri—lingkungan dan Tuhan.

Aku tahu. Beragam usaha sudah dilakukan guna menanggulangi keadaan tersebut, tapi tetap tak berhasil. Ini terjadi karena sebagian besar upaya yang dilakukan, masih berputar-putar di garis tepi: bersifat reaktif-artifisial. Alhasil, “pengobatan” jiwa tersebut hanya menyentuh kulit luar saja (syariat), sementara wilayah sebenarnya (hakikat) tetap tak tersentuh. Angker.

Aku yakin. Di ranah inilah, jalan cinta para bijak terasa penting—sebagaimana dilakoni sufi agung semacam Rumi. Guna merasai itu, cobalah engkau terbang tinggi-tinggi ke alam imajinasi: berjalan di atas air yang bening. Tataplah bayang-bayang dirimu sejenak: apakah engkau merindukan cinta?

Renungkanlah. Jalan cinta memang asyik. Bebas hambatan. Dan, bisa dilewati siapa pun tanpa koma. Mengalir. Menikmati riuh-rendah setiap perjalanan. Walaupun engkau belum sampai titik-puncak tujuan. Bayangkan, engkau akan diajak bertamasya, lalu pulang menuju cahaya tanpa sekat, borgol, kapling. Selama perjalanan itu, engkau selalu tersenyum ketika menghadapi perbedaan. Engkau malah akan berlomba-lomba menyemai kebaikan dan kedamaian demi memuliakan sesama manusia. Karena cinta semua bernilai ibadah. Ya, engkau terpesona: tergila-gila cinta.

Saudaraku, camkanlah. Tuhan adalah cinta. Prioritas cinta ketimbang makhluk lain terbukti, karena cintalah, Tuhan menciptakan semesta.

Dengan begitu, cinta adalah kekuatan kreatif paling dasariah. Menyusup ke dalam segenap makhluk dan menghidupkan ruhmu, melayang-layang ruang-angkasa.

Akhirnya seperti kata Rumi, “Bila cinta Tuhan menyala dalam hatimu, tentu Tuhan telah mencintaimu.” Setiap makhluk akan terpana dan tunduk-patuh akan risalah-Nya tanpa melalui kata-kata, melainkan karena getaran cinta. [Deden Ridwan]

Back to top button