Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Pelajaran Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi untuk Putranya

Inilah pendidikan tauhid yang pernah dipraktikkan Rasulullah kepada keponakannya, Ibnu ‘Abbas ra, yang ketika itu usianya masih kanak-kanak, “Jika kamu meminta pertolongan, mintalah (pertolongan) kepada Allah.”

JERNIH– Saudaraku,

Namanya tak asing di Nusantara, bahkan di seantero dunia. Dialah Syaikh Ahmad Khatib. Lengkapnya Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi bin Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Aziz Al Khathib. Putra Minang ini lahir pada Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) di Koto Tuo, Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat. Beliau merupakan putra dari pasangan Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang dengan Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak.

Kakeknya, KH. Abdullah, adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, Abdullah ditunjuk sebagai imam dan khathib.

Deden Ridwan

Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat di belakang namanya dan terwaris pada keturunannya hingga kemudian hari. Ulama pertama Nusantara yang menjabat sebagai imam besar Masjidil Haram ini tahu benar cara mendidik anak dan memimpin keluarganya. Sebuah pelajaran berharga yang juga bisa kita terapkan dalam mengurus sebuah nagari atau bahkan negara.

Kesuksesan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi tokoh-tokoh berhasil bukanlah omong kosong belaka. Keberhasilan itu berawal dari sistem pendidikan yang mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam mulia, terutama masalah akidah.

Mari sejenak kita cermati penuturan ‘Abdul Hamid Al-Khathib tentang bagaimana Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi menanamkan akidah pada anak-anaknya: “Ketika kecilku dulu, jika aku meminta sesuatu dari ayah,” ia akan berkata, “Mintalah kepada Allah, pasti Dia akan memberimu (apa yang kamu minta).”

Aku pun balik bertanya, “Memangnya Allah di mana, Yah?” 

“Dia wujud di mana saja. Dia dapat melihatmu. Sedangkan kamu tidak dapat melihatnya,” jawab ayahku.

Tidak selang berapa lama, ayahku pun mendatangiku dengan membawa apa yang kuminta seraya berkata, “Nih, Allah telah mengirim kepadamu apa yang tadi kamu minta.”

Lantas Syaikh Ahmad Khatib pun berkisah. Dulu juga jika aku meminta sesuatu kepada Allah dan tidak aku dapatkan, maka aku pun segera mengadu kepada ayahku, “Sesungguhnya aku telah meminta ini dan itu kepada Allah, tapi kok Allah tidak memberiku, Yah?”

Ayah pun segera menjawab, “Ini tidak mungkin terjadi kecuali jika kamu sendiri yang bikin Allah murka. Ya, mungkin kamu sudah berlaku sembrono dalam ibadahmu, atau kamu terlambat shalat, atau mungkin kamu sudah menggunjing seseorang? Maka, bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, pasti Dia akan memberikan semua permintaanmu.” Aku pun segera melakukan wasiat ayahku, maka semua keinginanku pun dapat terwujud.

Dan, Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS Ghafir [40]: 60)

Ketahuilah. Pendidikan seperti ini yang akan menanamkan rasa cinta kepada Allah, bersandar hanya kepada kepada-Nya, meminta hanya kepada-Nya semata, bahkan hal-hal kecil sekali pun. Inilah pendidikan tauhid yang pernah dipraktikkan Rasulullah kepada keponakannya, Ibnu ‘Abbas ra, yang ketika itu usianya masih kanak-kanak, “Jika kamu meminta pertolongan, mintalah (pertolongan) kepada Allah.”

Potret lain dari pendidikan yang diberikan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi kepada keluarganya adalah, beliau selalu menegur dan memperingati siapa saja yang menyia-nyiakan waktu dengan pelbagai hal yang dapat melalaikan kita dari mengingat Allah. Semua ini dilakukan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, karena bentuk rasa sayangnya terhadap keluarga. Karena melarang tidak selamanya bermakna benci.

Maka dengan segenap kemampuan, Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi menganjurkan kepada semua keluarganya agar menjauhi semua hal-hal yang tidak bermanfaat dan mencukupkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat saja.

Bukankah Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka.” (QS at-Tahrim [66]): 6).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga pernah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggungannya.” Begitu pun dengan sabdanya yang lain, “Dan laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.”

Maka sebagai Muslim yang baik, mari kita panjatkan doa kepada Allah Swt agar Dia berkenan mengubah negeri ini menjadi lebih baik, maju, sejahtera, dan bermartabat. Menapak Jalan Bijak, Mambangkik Batang Tarandam. [Deden Ridwan]

Back to top button