Solilokui

Ramadhan, Momen Menciptakan Perdamaian Dunia

Tidak ada satu negara pun yang perekonomiannya tidak terimbas jatuh akibat pandemi global, dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 0. Di satu sisi ingin memiliki pengaruh mengendalikan atau menguasai negara lain, di sisi lain tergantung pada dukungan negara lain. Tidak ada satu pun negara yang saat ini bisa disebut sebagai “super power”. Kekuatan pengaruh sebuah negara dalam geo-strategi global saat ini sangat ditentukan oleh kolektivitas aliansinya.

Oleh : Prof.Yuddy Chrisnandi*)

JERNIH—Kembali, Ramadhan mendatangi kita semua. Seolah datang untuk menyejukkan hati, menenteramkan batin, di tengah segala kecamuk persoalan dunia, terutama serangan pandemi Covid-19 yang dampaknya harus diakui tak kepalang tanggung ini.

Ramadhan, tampaknya datang untuk menegaskan sebuah kenyataan absolut bahwa sejatinya kita semua tak berdaya, dan harus mengembalikan semua persoalan kepada Yang Mahakuasa, setelah semua daya upaya dengan maksimal kita lakukan. Ramadhan memaksa kita semua untuk menyungkur sujud, mengakui sepenuhnya keterbatasan kita sebagai makhluk dhaif, sekali pun di sisi lain merupakan makhluk Allah yang paling sempurna.    

Yuddy Chrisnandi

Ramadhan adalah bulan yang paling utama dibandingkan bulan-bulan lainnya. Curahan Rahmat Allah diturunkan di bulan suci ini. Al Qur’an diturunkan, perintah menunaikan ibadah puasa disampaikan, disertai janji Allah bahwa inilah bulan penuh ampunan, saat Allah SWT berkenan menegaskan ke-Mahapengampunan-Nya.

Sebelum datangnya perintah berpuasa di bulan Ramadhan, tradisi menjalankan ibadah puasa sudah ada sejak nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Nabi Daud, yang kemudian disempurnakan dalam puasa Ramadhan. Semua itu ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 183,“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Namun Ramadhan tidak sekadar bulan umat Islam menjalankan kewajiban berpuasa sebulan penuh. Ramadhan juga menjadi sarana ibadah yang menyatukan nilai-nilai ketakwaan kepada Allah SWT, Sang Pencipta alam semesta dengan nilai-nilai kemanusiaan untuk berkhidmat kepada ciptaan-Nya.

Ramadhan melatih kesabaran, mengendalikan hawa nafsu-amarah, menumbuhkan empati bagi orang lain, melahirkan solidaritas sosial, menciptakan insan yang welas asih, yang pada akhirnya mengukuhkan kehadiran Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. Pada bulan Ramadhan, sejarah mencatat peristiwa-peristiwa besar peradaban dunia.

Ramadhan selalu menjadi momentum arah masa depan perdamaian dunia. Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, berlangsung di bulan Ramadhan. Begitu pun peristiwa terbesar yang melanda dunia dengan wabah penyakit akibat virus corona (Covid-19), memuncak di bulan Ramadhan setahun lalu, melahirkan kerja sama yang erat seluruh negara di dunia untuk menemukan vaksin Covid-19. Hasilnya mulai kita rasakan memasuki bulan Ramadhan 1442 H tahun ini, dimana seluruh Bangsa di dunia bersatu untuk dapat segera mengakhiri pandemi yang menyengsarakan ini.

Namun di sisi lain, di saat dunia tengah menghadapi tantangan bersama memulihkan kondisi terpapar Corona Virus, masih saja ada bagian yang jauh dari kebersamaan. Sementara kesejahteraan dan kedamaian menjadi modal utama pemulihan pandemi Covid-19, ada ironi di wilayah-wilayah di mana ketegangan, konflik, sengketa wilayah bahkan peperangan masih berkecamuk. Kerja sama antarnegara dunia seakan terputus di wilayah sengketa, yang juga membutuhkan uluran tangan para pemimpin dunia. Sebut saja di Syiria, Yaman, Nagorno-Karabakh, Krimea-Ukraina Timur, Ossetia Selatan, Kashmir, Afghanistan, Libya, Venezuela, Myanmar, Palestina, Ethiopia, Burkina Faso hingga ketegangan di Laut Cina Selatan.

Kesemuanya menginginkan kedamaian, karena hanya perdamaian yang dapat mengantarkan umat manusia kepada kesejahteraan.

Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, pada sebagian besar wilayah konflik dunia yang tengah berlangsung, tampak sebagian besar keterlibatan negara-negara berpenduduk Muslim yang rakyat dan pemimpinnya tengah menyambut bulan suci Ramadhan yang mulia saat ini.

Bulan suci Ramadhan yang menebarkan salam kasih sayang, merupakan momentum yang seharusnya dapat digunakan oleh para pemimpin negara-negara Islam untuk mempersatukan semua pihak yang bertikai. Mempertemukan para pemimpin untuk menghentikan persengketaan, menghentikan sikap permusuhan. Terlebih jika konflik itu terjadi dalam sebuah negara di mana Islam menjadi mayoritas, atau konflik antarnegara yang sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim. Sebab bahkan pada konflik antarnegara yang pemimpinnya berbeda agama sekali pun, seorang pemimpin Muslim sejatinya dapat menjadi pionir untuk menciptakan perdamaian. Juga bagi pemimpin dunia lainnya, yang dapat memahami hakikat bulan Ramadhan bagi umat Islam, akan menjadikan saat ini sebagai momen untuk mengambil insiatif perdamaian di berbagai wilayah sengketa.

Para pemimpin negara-negara besar dunia saat ini tengah menghadapi kegamangan. Di satu sisi ingin mengukuhkan supremasinya, di sisi lain menghadapi tantangan internal yang sama dan tidak mudah mengatasinya, pandemi Covid-19. Di satu sisi ingin menunjukkan kehebatan kekuatan teknologi militernya, sementara di sisi lain menghadapi masalah ekonomi domestiknya. Tidak ada satu negara pun yang perekonomiannya tidak terimbas jatuh akibat pandemi global, dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 0. Di satu sisi ingin memiliki pengaruh mengendalikan atau menguasai negara lain, di sisi lain tergantung pada dukungan negara lain. Tidak ada satu pun negara yang saat ini bisa disebut sebagai “super power”. Kekuatan pengaruh sebuah negara dalam geo-strategi global saat ini sangat ditentukan oleh kolektivitas aliansinya.

Situasi ini merupakan peluang bagi para pemimpin negara-negara Islam untuk membangun aliansi kolektif dengan sesama negara berpenduduk mayoritas Islam dalam menciptakan perdamaian dunia, khususnya di wilayah-wilayah sengketa dengan mayoritas Muslim terbesar hidup di sana : Syria, Palestina, Yaman, Kashmir, Crimea, Afghanistan, Libya dan lainnya.

Para pemimpin negara Islam seharusnya berinsiatif menyelesaikan sengketa di wilayahnya, bahkan mengajak para pemimpin negara lain untuk bersama-sama mendukung terciptanya perdamaian. Sesuatu yang bukan mustahil untuk mewujudkannya.

Bulan Ramadhan adalah momentum yang paling baik untuk mengajak seluruh umat Muslim dunia menciptakan perdamaian, memperkokoh persaudaraan, membangun kembali peradaban yang mensejahterakan umat manusia. Pesan perdamaian dan persaudaraan umat Islam yang mencintai umat manusia, yang toleran, yang menjauhi cara-cara kekerasan dalam upaya menyelesaikan masalah perlu diimplementasikan dengan nyata untuk menyadarkan dunia tentang arti pentingnya nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin dalam memberi kebaikan bagi semesta alam. Bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melakukan hal ini.

Ada dua agenda besar yang menjadi tantangan para pemimpin negara-negara Islam saat ini. Pertama, segera mengatasi pandemi Covid-19 agar segera keluar dari krisis nasional-global, dan kedua menghentikan konflik-peperangan di wilayah-wilayah negara berpenduduk Islam.

Semoga para pemimpin negara-negara Islam dan negara lainnya, di bulan suci Ramadhan 1442 H ini mampu menciptakan perdamaian dunia yang abadi. [ ]

*) Penulis adalah Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional/ Duta Besar RI untuk Ukraina, Armenia dan Georgia.

Back to top button