Solilokui

Semangat Kerja Umat Islam

Sebelum menjadi arsitek Perang Ahzab, yang disebut “Perang Khandak” (Perang Parit), Salman Al Farisi berstatus hamba  sahaya (budak belian) seorang saudagar Yahudi Madinah. Majikannya memberi kesempatan kepada beliau untuk membebaskan diri, dengan tebusan 300 batang kurma.

Oleh   : H. Usep Romli H.M.

Bekerja menempati kedudukan istimewa dalam Islam. Sebab bekerja atau amal, merupakan salah satu sendi terpenting, di samping aqidah dan syariat. Baik amal bersifat mahdloh (ritual personal), hubungan manusia dengan Allah SWT, maupun amal bersifat ghair mahdloh (sosial-komunal), antarsesama manusia. Sehingga Allah SWT memerintah,jika sudah selesai melaksanakan ibadah (salat), segeralah bertebaran di muka bumi. Mencari anugrah karunia Allah, seraya banyak mengingat Allah, agar menjadi orang beruntung (Q.s. Al Jumuah : 10).

Usep Romli HM

Islam mendidik umatnya untuk rajin dan cinta bekerja. Di dalam bekerja itu, akan ditemukan kebahagiaan dan kenikmatan dalam memetik hasil tetesan keringat sendiri. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada orang yang makan makanan lebih baik, daripada hasil tangan sendiri. Sesungguhnya Nabiyullah Daud Alaihisalam, makan dari hasil pekerjaannya sendiri” (hadis sahih).

Sebagaimana dikisahkan dalam riwayat para Nabi dan Rasul, antara lain “Qishasul Anbiya” karya Ibnu Katsir, Nabi Daud termashur sebagai pembuat baju besi. Banyak menerima pesananan dari para panglima dan prajurit-prajurit perang pada zamannya.

Rasulullah Saw sendiri telah mencontohkan langsung, rajin bekerja sejak kecil. Pada masa kanak-kanak, beliau menjadi penggembala kambing Bani Sa’ad. Menjelang dewasa, menggemabala kambing seorang hartawan Mekkah dan mendapat upah. Profesi Nabi Saw sebagai penggembala kambing, dianggap sebagai bagian dari proses “nubuwwah” (kenabian). Beliau menyatakan :“Tidak ada seorang Nabi yang tak menggembalakan kambing.” Seorang sahabat bertanya : “Engkau juga, ya Rasulullah?”. Jawab Nabi Saw : “Ya aku juga.”

Setelah dewasa, Nabi Saw bekerja sebagai pedagang. Mula-mula ikut pamannya, Abu Thalib. Pulang pergi bersama rombongan kafilah niaga Mekkah, ke Syam. Kemudian dipercaya menjadi pedagang barang-barangn milik Sayyidah Khadijah. Semua itu dijalankan dengan baik, penuh kejujuran. Sehingga mendatangkan keuntungan besar, baik bagi pemilik barang, maupun penjajanya. Sayyidah Khadijah kemudian menjadi istri Nabi Saw.

Menjelang Perang Ahzab, ketika musyrikin Quraisy Mekah, bersama kabilah-kabilah Bani Israil dan kelompok kafir lain, bersekongkol akan menyerang Madinah (tahun 5 Hijrah), Nabi Saw segera memobilisasi pertahanan. Atas saran sahabat Salman al Farisi, dibuatlah parit pertahanan cukup dalam dan lebar yang diperkirakan dapat menghambat pasukan musuh, Nabi Saw sendiri ikut menggali tanah, memecah batu, dll., bersama segenap warga Madinah. Setelah parit pertahanan selesai, pasukan umat Islam berjaga di beberapa pos. Pasukan musuh yang mencoba menerobos, dengan mudah dihancurkan di sepanjang tebing dan dasar parit.

Musuh gagal masuk Madinah. Mereka putus asa, setelah beberapa malam tak mampu mengatasi keadaan. Bahkan dilanda ketakutan dan perpecahan internal. Maka mereka kabur, meninggalkan semua peralatan : tenda, senjata, alat-alat masak, dll. Sehingga menjadi “ghanimah” (rampasan perang) yang menguntungkan kaum Muslimin (Q,s.Al Ahzab : 10-20).

Sebelum menjadi arsitek Perang Ahzab, yang disebut “Perang Khandak” (Perang Parit), Salman Al Farisi berstatus hamba  sahaya (budak belian) seorang saudagar Yahudi Madinah. Majikannya memberi kesempatan kepada beliau untuk membebaskan diri, dengan tebusan 300 batang kurma. Rasulullah Saw yang mengetahui hal itu, menggerakkan para sahabat, membantu membuat lubang-lubang penanaman.  Juga mengumpulkan bibit-bibit kurma yang akan ditanam di situ.

Berkat kerja keras Salman, bersama Rasulullah Saw dan para sahabatnya, 300 pohon kurma penebus dirinya, berhasil diwujudkan. Selain ikut terjun membantu menggali lubang dan menanamkan bibit kurma, Rasulullah Saw juga menyumbang harta senilai 40 “uqiyah”, sesuai permintaan induk semang Salman. Setelah semua terpenuhi, Salman bebas merdeka, dan menjadi pendamping setia Rasulullah Saw.

Dari kisah di atas, dapat ditarik sebuah hikmah berharga. Betapa dengan semangat kerja yang tinggi, disertai keikhlasan, terbentuklah sebuah jalinan kebaikan dan kebajikan yang indah dan mulia. Sesuai dengan firman Allah SWT : “Bekerjasamalah dalam kebajikan dan takwa, serta jangan bekerja sama dalam dosa dan permusuhan” (Q.s.al Maidah : 2).

Maka tak ada alasan, bagi setiap Muslim untuk malas dan berleha-leha. Nabi Saw telah menunjukkan manfaat kerja dan beliau sendiri melaksanakan petunjuknya itu secara nyata. [  ]       

Back to top button