Solilokui

Jerusalem, Antara Konflik Wilayah dan Toleransi Tiga Iman

Oleh : Ahmad Nawawi*

Menapak kaki di tanah Jerusalem seolah membawa kita menerawang ke masa lalu. Pada masa ketika agama  dan peradaban manusia  dimulai, ketika nabi dan rasul hidup dimasanya. Tak ayal, tanah para nabi tersebut memang menyimpan banyak cerita panjang tentang sejarah perebutan wilayah kekuasaan dan sejarah peradaban tiga agama samawi, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi.

Dimulai dari tahun 2.500 SM  dimana bangsa Kanaan datang dan menamakannya Yerusalem seperti nama dewa bangsa Kana’an. Kemudian berturut-turut pada tahun 1.500 SM bangsa Filistin Pendo menempati area selatan kawasan ini, sebelum kemudian  Bani Israel yang keluar dari Mesir bersama Nabi Musa dan Nabi Harun datang dan menempati bagian timur Laut Mati, mendesak kedudukan bangsa Kanaan.

Selanjutnya tahun berganti tahun, abad pun berganti, silih berganti perang perebutan wilayah dan pergantian kekuasaan. Mulai dari Kerajaan Babylonia, Kerajaan Romawi, Kerajaan Persia, Kerajaan Makhedonia, tentara Islam di bawah Khalifah Umar Bin Khattab, Raja Bizantium Alexios 1, Shalahuddin Al-Ayyubi, Turki Utsmani sampai negara Israel hari ini.

Pada tahun 614 Masehi ketika masa Bizantium diperintah oleh Heraklius (614-641), Yerusalem ditaklukkan tentara Persia. Saat itu  terjadi  penghancuran habis-habisan kota Jerusalem. Pada tahun 636 Masehi, berganti Khalifah Umar bin Khattab yang menaklukan dan memasuki Yerusalem, sampai kemudian pada 1099 Masehi ditaklukkan tentara Perang Salib yang mendengarkan seruan raja Bizantium Alexios I, Paus Urbanus II yang menyerukan pembebasan ‘tanah suci’. Pada tahun 1190 Masehi Shalahuddin Al-Ayyubi berganti mengambil-alih Yerusalem dari tentara Perang Salib dan menghapus larangan orang Yahudi tinggal di sana.

Pada tahun 1517 – 1917 Masehi Jerusalem menjadi bagian dari daerah jajahan Turki Usmani. Pada tahun 1917 sampai 1948, wilayah Jerusalem menjadi bagian dari daerah mandat Britania Raya, Palestina. Selanjut nya pada tahun 1948, Kota Jerusalem dibagi dua, bagian barat direbut Israel, dan bagian timur dikuasai Yordania. Pada tahun 1967, setelah Perang Enam Hari, bagian barat dan timur Yerusalem seluruhnya dikuasai Israel sampai hari ini.

Toleransi tiga iman

Jerusalem meninggalkan jejak sejarah yg sangat panjang untuk peradaban dan kekuasaan, serta tumbuh dan berkembangnya tiga Agama Samawi yang dianut mayoritas umat manusia di muka bumi ini.  Di antara banyaknya tempat penting yang hingga hari ini menjadi tempat ibadah untuk tiga agama tersebut, di antaranya adalah Komplek Masjid Al Aqsa ( Baitul Maqdis), Gereja Makam Kudus ( Holy Sepulchre Church), dan Tembok Ratapan (Western Wall).

Masjid Al Aqsa adalah salah satu tempat paling terpenting dan suci bagi umat Islam, karena salah satu tempat yang disinggahi dalam  rangkaian perjalanan Isra dan Miraj Rasulullah Muhammad SAW. Perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram di Kota  Makkah ke Masjid Al Aqsa di Kota Jerusalem, untuk selanjut nya naik ke Sidratul Muntaha itu diabadikan dan terkisah dalam Alquran.

“Maha suci Allah, yang telah memberi jalan hambanya pada suatu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.  Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra: 1).

Masjid Al Aqsa juga merupakan Kiblat pertama Umat Islam, serta masjid kedua yang dibangun di muka  bumi setelah Masjidil Haram (sebagaimana diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim). Untuk itu umat Islam dari seluruh penjuru dunia dianjurkan untuk bisa shalat di dalamnya.

Tak jauh dari lokasi Komplek Masjid Al Aqsa terdapat Tembok Ratapan (West wall) yang bagi Umat Yahudi diyakini sebagai reruntuhan dari Bait Suci, yakni tempat peribadatan yang dibangun di masa Nabi Sulaiman AS. Bait Sulaiman menurut Alkitab adalah bait suci pertama agama Yahudi kuno di Yerusalem. Setelah Sulaiman wafat, Israel dilanda perang saudara. Wilayah kerajaan pun terbelah menjadi dua; sebelah utara Israel dengan ibu kota Samaria dan bagian selatan Yehuda beribu kota Yerusalem. Akibat perang tak berkesudahan itulah kini Bait Suci tinggal tersisa berupa  tembok sebelah barat. Sisa-sisa reruntuhan yang diyakini bagian dari Bait Suci menjadi tempat peribadatan umat Yahudi dan dikenal sebagai Tembok Ratapan.

Masih tak jauh dari Komplek Masjid Al Aqsa, terdapat Gereja Makam Kudus ( Holy Sepulchre) dan diyakini sebagai tempat dimakamkannya Yesus Kristus setelah disalib. Gereja Makam Kudus didirikan pada abad ke-4 oleh umat Kristen di Yerusalem. Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi merebut Yerusalem dari tentara Salib pada 1187 silam, dia memerintahkan dua keluarga Muslim menjadi penjaga gereja, yakni keluarga Al- Husseini dan keluarga Nuseibeh.

Hingga saat ini, keluarga Al Husseini memegang kunci gerbang gereja, sedangkan keluarga Nuseibeh bertugas membuka dan menutup pintu gereja. Gereja tersebut digunakan oleh enam denominasi kuno, Katolik Roma, Ortodoks Yunani, Ortodoks Armenia, Ortodoks Suriah, Ortodoks Etiopia, dan Ortodoks Koptik. Setiap mazhab memiliki biarawan yang bermukim di kompleks gereja.

Sampai hari ini kehidupan beragama tiga agama Samawi, dengan tiga tempat Ibadah Masjid Al Aqsa, Tembok Ratapan, dan Gereja Makam Kudus di Kota Jerusalem tersebut berjalan  damai dan penuh toleransi. Ketika umat Islam menjalankan ibadah Sholat Jumat di  Baitul Maqdis, juga terdengar  bunyi lonceng dari Gereja Makam Kudus. Di saat itu pun seluruh jamaah tetap khusyu menjalankan ibadah shalat Jumat.

Pun demikian ketika akhir pekan masuk hari Sabat, di mana banyak umat Yahudi melaksanakan ibadah di Tembok Ratapan,  kumandang adzan yang  terdengar syahdu dari Masjidil Aqsa dan bunyi lonceng yang bersahutan dari Gereja Makam Kudus, tak mengganggu kekhusyuan Umat Yahudi yang beribadah di Tembok Ratapan.

Momen-momen tersebut terus menjadi bukti bahwa ketiga penganut agama Samawi tersebut terus  merawat damai dalam beragam ritual keagamaan masing-masing.

Yang tak kalah menarik, di Kota Bethlehem, Gereja Nativity (gereja tempat Yesus Kristus dilahirkan) dan Masjid Umar Bin Khattab (tempat Khalifah Umar Bin Khattab pernah melaksanakan shalat), saling berhadapan dengan jarak tak lebih dari 500 meter. Yang menarik, dari kedua tempat suci tersebut, di setiap selesai adzan untuk lima waktu shalat di Masjid Umar bin Khattab tersebut, selalu diakhiri satu kali bunyi lonceng dari Gereja Nativity.

Sahutan adzan dan bunyi lonceng tersebut seakan ingin menyampaikan pesan damai yang sangat kuat dari Bethlehem untuk dunia.

Terlepas dari adanya konflik perebutan wilayah antara  negara Palestina dan zionis Israel, praktik keagamaan dijalankan penuh toleransi, damai dan indah di epicentrum tempat lahirnya tiga agama Samawi tersebut. Semoga hal itu menjadi teladan bagi seluruh penganut agama Samawi, juga penganut agama lainnya di manapun berada di muka bumi ini. Termasuk masyarakat di Indonesia dengan beragam latar belakang agama, suku dan budaya. [ ]

*Ahmad Namawi, ketua umum DPP Generasi Muda Matla’ul Anwar

Back to top button