Veritas

4 Januari 953 Masehi, Cikal Bakal Malang Sebagai Kota Bunga.

Dikisahkan, pada abad 10 Masehi, di sebuah desa yang saat ini bernama Bunulrejo (Kecamatan Belimbing, Malang) dalam keadaan tidak aman karena mendapat gangguan dari maling yang sakti (aguno). Penduduk kampung merasa tidak tentram dan dicekam ketakutan siang dan malam karena teror maling aguno.

Pada jaman kuno, tindak kejahatan seperti pencurian, perampokan dan pembunuhan kerap terjadi dan menjadi ancaman bagi kampung-kampung, terutama yang jauh dari pusat pemerintahan. Maka dari itu penguasa kerajaan membuat undang-undang mengenai denda dan hukuman bagi pelaku kejahatan. 

Namun dalam undang-undang tersebut ada sangsi  yang merisaukan penduduk, yaitu bahwa bila ditemukan mayat korban pembunuhan pekarangan rumah penduduk maka yang katempuhan kena hukum adalah pemilik pekarang tersebut. Undang-undang tersebut diteguhkan dalam Prasati berangka tahun 891 Masehi  di Desa Balingawan yang masih berdekatan dengan Desa Bunulrejo. Rupanya di Desa Balawan pun pada tahun itu tengah dilanda kemelut.

Dalam versi cerita rakyat Bunulrejo, disaat Desa Bunul dilanda teror, muncul seorang wali yang akhirnya dapat mengalahkan maling aguno tersebut dalam perkelahian adu kesaktian. Maling tersebut ternyata dua orang, lelaki dan perempuan. Mereka akhirnya tewas dipanah sekaligus oleh sang wali sakti dalam keadaan berhimpitan dan akhirnya menjadi batu.

Cerita rakyat tersebut memiliki konteks dengan Prasasti  Kanuruhan yang berbentuk arca Ganesha. Prasasti berupa arca itu ditemukan di Bunulrejo dan inskripsinya tertulis dibagian belakang (sandaran) arca.  Prasasti tersebut asalnya dari di sebuah telaga berdinding bata berhiaskan dwarajala (talang air) seluas 12 meter persegi yang disebut Sumur Gumuling. Lokasinya berada di Kampung Beji, sebelah timur  Kelurahan Bunulrejo. Arca Ganesha tersebut  kemudian 3 kali dipindahkan, yaitu ke kantor DPU Kotamadya Malang (1978), kemudian ke Taman Senaputra Malang (1991)  dan terakhir disimpan di Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya ‘Pu Purwa’ Kota Malang (2003).

Suwardono dalam jurnal Sejarah berjudul Desa Bunulrejo Kota Malang Berdasarkan Tinjauan Prasasti Kanuruhan menuliskan Ukuran arca Ganesya tersebut adalah Panjang 101.5 cm, Lebar 74 cm dan Tinggi 109.5 cm. Ganesha tersebut duduk di atas bantalan motif bunga teratai ganda. Setengah bagian dada ke atas hilang. Tangan empat (caturbhuja). Tangan kanan belakang patah. Tiga tangan lainnya bagian telapak tangan hilang, sehingga tidak diketahui laksana apa yang dibawa.

Isi dari Prasasti Kanuruhan menyebutkan Rakryan Kanuruhan Dyah Mungpang memberikan hadiah sebagian tanah di wanua/desa…(nama desa tidak terbaca, hanya kata akhir yang tersisa, yaitu: ‘tan’) yang masuk wilayah Kanuruhan, kepada penduduk desa (anak wanua) bernama ‘Bulul’ atas jasa-jasanya terhadap desanya. Segala hasil bumi dan hasil pajak diberikan kepada Sang Bulul sampai akhir zaman. Nama desa yang tidak terbaca di Prasasti Kanuruhan tersebut menurut Suwardono diduga kuat bernama Kajatan yang termuat dalam prasasti prasasti Sangguran (928M).

Bambang Sumadio ed. (“Jaman Kuna”, 2009 dalam Marwati Djoened) menulis bahwa jasa tokoh bernama Bulul tersebut diduga berhubungan dengan keamanan wilayah desa, serta perhatian dan kecintaannya terhadap alam dan rasa patriotisme yang tinggi. Dalam merealisasikan kepedulian terhadap alam dan lingkungan, Bulul membuat sebuah telaga yang indah, lengkap dengan taman bunganya. Dari isi prasasti tersebut maka dapat ditafsirkan bahwa taman bunga di tahun 935 Masehi itu merupakan cikal bakal Malang sebagai Kota Bunga.

Karena tingginya kepedulian Bulul terhadap lingkungan akhirnya penguasa wilayah daerah Kanuruhan yaitu Rakryān Kanuruhan Dyah Mungpah memberikan hadiah tanah perdikan sebagai anugerah atas jasa-jasa Bulul. Nama Bulul lambat laun kemudian mengalami distorsi dalam penyebutan di masyarakat, yaitu menjadi Bunul dan nama itu kini menajdi toponomi dari Desa Bunulrejo saat ini.

Berdasarkan perhitungan astroarkeologi yang dilakukan oleh Trigangga, Ahli efigrafi Museum Nasional Jakarta, pertanggalan Prasasti Kanuruhan dikeluarkan pada hari Wurukung Umanis Aditya,  tanggal 12 krsnapaksa  tula Rasi tabeh 4  bulan Posya tahun 856 saka, atau pada hari Ahad Legi, 4 Januari 935 Masehi, jam 12.00 wib.  (Pd)

Back to top button