Veritas

Arbi Sanit, Pakar Politik yang “Nyaring” dan “Artikulatif”, Meninggal Dunia

Justru setelah menyelesaikan pendidikan, Arbi dikenal sebagai pemerhati politik yang ‘nyaring dan artikulatif’. Selain sebagai dosen, Arbi juga aktif terlibat dalam seminar serta pengkajian sistem politik di Indonesia.

JERNIH—“Innalillahiwainnailaihi roojiun, telah berpulang ke Rahmatullah  ayahanda kami, opa kami, Arbi Sanit bin Muhammad Sanit, hari ini jam 07.15 di RSCM.”

Pesan yang ditulis Dr Nur Iman Subono, pengajar ilmu politik di di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia tersebut menyebar dengan cepat ke berbagai grup WA, Kamis (25/3) pagi. Kontan, Kamis ini menjadi hari duka untuk Indonesia.

Lahir sebagai anak kelima dari 11 bersaudara, di masa kecil Arbi Sanit dikenal justru sebagai seorang pendiam. Sifat pendiam itu muncul sepeninggal ayahandanya, wedana Muara Labuh di Sumatera Barat.

Sejak itu, konon Arbi kecil jarang bermain di luar rumah. Dia lebih memilih menyendiri dan lebih suka belajar. Pada masa kuliah pun, dia tidak terlibat kegiatan kampus. Bahkan dia tidak ikut dan tidak lulus mapram. Saat kuliah dia lebih suka belajar dan tidak mengikuti kegiatan di kampus, sambil bekerja di perusahaan pelayaran Djakarta Lloyd hingga menjadi asisten dosen di fakultasnya.

Kesungguhannya itu membuat Arbi memperoleh gelar sarjana dari FISIP UI pada tahun 1969 dengan skripsi “Partai Komunis Indonesia: Sumber Kekuatan Politik di Pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur 1952-1965”. Kemudian dia mengambil Program Non-Gelar Sistem Politik Indonesia di Universitas Wisconsin, Amerika Serikat (1973-1974).

Justru setelah menyelesaikan pendidikan, Arbi dikenal sebagai pemerhati politik yang ‘nyaring dan artikulatif’. Selain sebagai dosen, Arbi juga aktif terlibat dalam seminar serta pengkajian sistem politik di Indonesia. Pada saat hidupnya almarhum terlibat aktif sebagai anggota redaksi pada Majalah “Persepsi” dan Majalah “Ilmu dan Budaya”.

Arbi Sanit meninggalkan banyak tulisan dan buku. Di antaranya “Sistem Politik Indonesia” (1981); “Perwakilan Politik di Indonesia” (1985); “Partai, Pemilu, dan Demokrasi” (1997), dan sebagainya.

Selamat jalan menuju Kampung Halaman, Pak Arbi! [ ]

Back to top button