Veritas

Maret 2021 Jumlah Kematian Karena Covid-19 Bisa Mencapai Lima Juta Orang

Berdasarkan pemodelan, dalam kasus terburuk, jumlah kasus di AS bisa mencapai 32 juta, atau sekitar 20 persen dari total dunia. India, Brasil, dan Rusia akan menjadi yang terparah berikutnya, dengan masing-masing 15,5, 15, dan 6 juta kasus.

JERNIH–Sebuah tim ahli Cina memperingatkan bahwa dampak global dari pandemi virus corona tahun ini bisa lebih buruk daripada tahun 2020. Pada awal Maret, jumlah kematian akibat Covid-19 dapat meningkat menjadi lima juta.

Prediksi sebelumnya, angka itu berkisar pada dua juta kematian. Kini, angka itulah yang paling mungkin, menurut angka penghitungan sebuah tim dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Cina.

Para peneliti di bawah pimpinan Profesor Xu Jianguo dari CDC, mengatakan dalam sebuah penelitian yang terbit 8 Januari di Jurnal “Disease Surveillance”, pemerintah Cina dan publik harus bersiap untuk lebih banyak lagi menghadapi guncangan eksternal.

“Perkembangan pandemi sulit diramalkan, tetapi perkiraan numerik dengan pemodelan dapat memberikan beberapa informasi yang berguna,” kata Prof Xu.

Sementara Cina telah berhasil mengendalikan sebagian besar potensi penyebaran Covid-19, banyak negara masih menghadapi wabah yang meluas, sebagian terdorong oleh strain yang bermutasi. Beberapa mutasi telah muncul di komunitas di mana kekebalan kawanan telah terbentuk.

Lebih dari 92 juta kasus telah terjadi di seluruh dunia, tetapi jumlah itu bisa meningkat menjadi 170 juta pada awal Maret, dengan Amerika Serikat kemungkinan akan menjadi yang terparah, menurut perkiraan Xu.

Dalam kasus terburuk, jumlah kasus di AS bisa mencapai 32 juta, atau sekitar 20 persen dari total dunia. India, Brasil, dan Rusia akan menjadi yang terparah berikutnya, dengan masing-masing 15,5, 15, dan 6 juta kasus.

Para peneliti tidak memberikan perkiraan kemungkinan korban tewas di empat negara yang paling parah terkena dampak dan tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Bahkan dalam skenario terbaik–dengan penerapan langkah-langkah efektif oleh pemerintah, orang-orang mematuhi aturan seperti menjaga jarak sosial dan memakai masker, dan program vaksinasi besar-besaran mulai berlaku–studi tersebut mengatakan masih ada kemungkinan 300.000 orang lagi akan meninggal akibat Covid-19 pada awal Maret mendatang.

Untuk mencapai skenario terbaik, AS harus mempertahankan kasusnya pada sekitar 26 juta, atau tidak lebih dari 3 juta infeksi baru dalam minggu-minggu berikut. AS melaporkan lebih dari 1,7 juta kasus hanya pada sepekan lalu saja.

Seorang peneliti di Institut Pasteur Shanghai yang sedang menyelidiki virus corona tetapi tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa jika 5 juta orang meninggal pada bulan Maret, itu dapat menyebabkan runtuhnya sistem perawatan kesehatan global.

“Orang meninggal secara massal ketika mereka tidak bisa mendapatkan perawatan paling dasar di rumah sakit,” kata orang yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu.

Tingkat kematian global saat ini karena Covid-19 adalah 2,1 persen, menurut angka dari Universitas Johns Hopkins di AS. Kenaikan jumlah kematian menjadi 5 juta akan mewakili tingkat kematian tiga persen, yang setara dengan tingkat di Wuhan ketika rumah sakit kewalahan karena penyakit baru itu.

Benjamin Neuman, seorang profesor biologi dan kepala virolog GHRC di Texas A&M University, mengatakan ada banyak ketidakpastian dalam percobaan memprediksi jalannya pandemi, termasuk kelelahan, politik, tradisi, sikap terhadap sains dan penyebaran informasi palsu.

“Dalam kasus terbaik, dengan akal sehat, tindakan pencegahan yang sesuai, dan jenis vaksin yang efektif saat ini, jumlah total tidak akan pernah mencapai 3 juta kematian,” katanya. “Skenario kasus terburuk bisa jauh lebih buruk dari 7 juta … masa depan Covid-19 sangat di tangan kita.”

Xu sebelumnya memimpin salah satu tim ahli pertama yang dikirim pemerintah Cina untuk menyelidiki wabah di Wuhan. Rekan-rekannya dalam penelitian ini semuanya adalah ilmuwan utama di lembaga penelitian militer dan sipil terkemuka di Cina tentang penyakit menular. Studi tersebut berada dalam otoritas Chinese Academy of Engineering, badan penasihat utama bagi para pemimpin Cina.

Senjata terbaik Cina melawan pandemi adalah pembatasan, tetapi semakin banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 berkembang seperti flu, menurut Xu dan rekan-rekannya.

Jika virus berhasil beradaptasi dengan tubuh manusia dan juga virus influenza, virus itu dapat bersembunyi dalam populasi dan muncul kembali setiap musim, kata mereka.

Dan banyak orang yang membawa virus tidak menunjukkan gejala dan menjalani hidup seperti biasa. Berapa lama strategi penahanan Cina tetap efektif, sangat tidak pasti, kata mereka.

Meski beberapa negara, termasuk AS dan Inggris, telah meluncurkan program vaksinasi massal, para peneliti mendesak Beijing untuk menunggu.

Mereka berpendapat bahwa ketika virus bermutasi, antibodi yang dihasilkan oleh vaksin dapat digunakan oleh strain yang bermutasi sebagai umpan untuk menipu sistem kekebalan manusia dan masuk ke sel inang dengan lebih mudah, membuat penyakit menjadi lebih buruk.

“Di daerah dengan sedikit atau tidak ada kasus, tidak perlu meluncurkan vaksinasi skala besar,” kata mereka, seraya menambahkan bahwa Cina harus mengawasi dengan cermat efek samping dari berbagai produk vaksin di luar negeri sebelum menginokulasi seluruh populasinya.

Para peneliti juga mengatakan pemerintah dan militer Cina harus membangun pengujian nasional dan jaringan pelacakan kontak menggunakan data besar dan kecerdasan buatan. Fasilitas pengujian nasional perlu menguji hingga 1 juta orang setiap hari untuk memutuskan rantai penularan wabah, kata mereka.

Cina juga perlu membangun fasilitas skala besar untuk mendisinfeksi kargo dari luar negeri, sementara harus ada pemantauan atas semua hewan, termasuk hewan peliharaan, untuk mencegah mereka menjadi inang virus. [South China Morning Post]

Back to top button