Veritas

Pernah Diperankan Jet Li dan Jackie Chen Lung, Siapakah Wong Fei-hung?

“Wong Fei-hung sangat dihormati selama hidupnya, tapi hanya sedikit yang diketahui tentang dia,” kata Woshi Shanren, yang menulis novel tentang seniman bela diri itu pada 1940-an dan 1950-an. Bahkan satu-satunya foto yang diklaim sebagai dirinya ternyata justru foto salah satu putranya.

JERNIH–Untuk seorang pria yang ceritan hidupya telah tampil dalam 100 film, sangat mengejutkan manakala ternyata hanya sedikit yang diketahui orang tentang Wong Fei-hung, eksponen paling terkenal dari kung fu gaya selatan.

Ia lahir sekitar tahun 1847 di Provinsi Guangdong, mengajar seni bela diri kepada militer, dan menikah empat kali. Istri terakhirnya meninggal di Hong Kong pada tahun 1982.

Kwan Tak-hing (depan) dalam film “The Story of Wong Fei-hung”, Bagian Satu: Wong Fei-hung’s Whip that Smacks the Candle (1949).

Wong Fei-hung adalah yang paling terkenal dari semua eksponen seni bela diri Tiongkok gaya selatan, dan eksploitasinya telah menjadi legenda. Ada sekitar 100 film tentang dirinya, 77 di antaranya menampilkan aktor Kwan Tak-hing, yang menjadi identik dengan Wong selama tahun 1950-an dan 1960-an.

Drama radio, novel, serial cerita koran, dan serial televisi telah mengabdikan hidupnya. Pada satu titik, tidak kurang dari tujuh surat kabar yang memuat novel berseri tentang Wong pada saat bersamaan.

Master seni bela diri ini dikenal oleh khalayak internasional pada 1990-an ketika ia diperankan oleh Jet Li Lianjie dalam serial film “Once Upon a Time in China” atau “Kung Fu Master”, serial sangat sukses yang disutradarai Tsui Hark.

Terlepas dari statusnya sebagai pahlawan rakyat, sangat sedikit yang diketahui tentang Wong dan kehidupannya. Memang, sebagian besar sejarah Wong telah diwarnai oleh eksploitasi fiksi yang dikaitkan dengannya. Seperti kalimat dalam “The Man Who Shot Liberty Valance” karya sutradara Amerika, John Ford yang berbunyi, “Saat legenda menjadi fakta, cetaklah legendanya”, dan ini pasti terjadi dalam kasus Wong.

“Wong Fei-hung sangat dihormati selama hidupnya, tapi hanya sedikit yang diketahui tentang dia,” kata Woshi Shanren, yang menulis novel tentang seniman bela diri itu pada 1940-an dan 1950-an. Bahkan satu-satunya foto yang diklaim sebagai dirinya ternyata justru foto salah satu putranya.

Penelitian mendalam oleh Yu Mo-wan, yang diterbitkan dalam esai tahun 1981, “The Prodigious Cinema of Wong Fei Hung”, membuktikan beberapa fakta dasar tentang kehidupannya. Sejak itu, beragam fakta lain terungkap.

Wong lahir sekitar tahun 1847 di atau dekat kota Foshan di Provinsi Guangdong,  Cina. Ayahnya, Wong Kei-ying, adalah salah satu dari Sepuluh Macan Kanton yang terkenal, nama kolektif yang diberikan kepada seniman bela diri terbaik di Guangdong pada pertengahan abad ke-19.

Jackie Chen Lung sebagai Wong Fei-hung dalam “Drunken Master” (1978).

Konon, garis keturunan Sepuluh Macan terlacak hingga pejuang Buddha di biara Shaolin Selatan. Jika tempat seperti itu ada, konon ada di Provinsi Fujian, Tiongkok tenggara, dan merupakan tandingan dari Biara Shaolin asli di Provinsi Henan utara.

Wong Kei-ying dikatakan telah belajar di bawah bimbingan Luk Ah-choi yang legendaris, mantan kepala biara Shaolin Selatan dan ahli kung fu “Bunga” gaya utara dan gaya Hung Gar khas selatan. Luk melihat Kei-ying melakukan seni bela diri dan akrobat di jalan sebagai seorang anak dan menawarkan untuk mengajarinya. (Wong Fei-hung sendiri kemudian menjadi salah satu dari Sepuluh Macan, mungkin ketika dia berusia dua puluhan. Tetapi dia bukan salah satu anggota asli kelompok itu seperti yang kadang-kadang dikatakan orang.)

Wong Kei-ying dikenal karena kehebatannya dalam Kung Fu Hung Gar, dan mengajar seni bela diri kepada militer. Karena gajinya rendah, dia juga bekerja sebagai tabib– dukun dan mungkin pula ahli dalam pengaturan tulang–dan mendirikan klinik Po Chi Lam di Guangdong.

Wong Fei-hung yang mewarisi keterampilan medis serta kehebatan seni bela diri ayahnya, kemudian menjalankan Klinik Po Chi Lam dalam hidupnya.

Wong Fei-hung diajari kung fu–terutama gaya Hung Gar–oleh ayahnya sekitar usia lima tahun. Keduanya kemudian banyak melakukan perjalanan ke berbagai desa di Guangdong, untuk mengamen kung fu di jalan-jalan dan menjual obat untuk mencari nafkah. Kisah tentang bagaimana Wong mulai menjadi terkenal selama salah satu ekspedisi ngamen dengan Kei-ying ini diriwayatkan dalam sebuah artikel oleh grandmaster Hung Gar, Frank Yee.

Saat berusia sekitar 13 tahun, Wong membuat marah seniman bela diri lainnya, Hung Gwan-dai, yang juga sedang berdemonstrasi di jalan, karena akrobatnya menarik lebih banyak pengunjung. Hung Gwan-dai menantang Kei-ying untuk berkelahi, tetapi Kei-ying memerintahkan putranya yang masih kecil untuk menerima tantangan itu.

Mok Kwai-Lan, istri keempat Fei-hung, seorang jagoan wanita aliran Mok Gar dan Hung Gar.

Perkelahian tiang terjadi, dan Wong muda dengan cepat mengalahkan penantang dengan menggunakan teknik tiang delapan diagram, sistem tiang panjang yang menjadi favorit eksponen Hung Gar. Pertandingan ini membuat Wong Fei-hung terkenal di seluruh Guangdong.

Wong juga menjadi terkenal karena kepiawaiannya menari singa (Barongsai), sesuatu yang ditunjukkan dalam film tentang dirinya. “Wong Fei-hung, yang merupakan salah satu penari singa terbaik di provinsi itu, dikenal di sekitar Guangzhou sebagai ‘Raja Singa’ (Raja Barongsai),” tulis Yu Mo-wan.

Wong melanjutkan pencarian untuk menyaring dan menyempurnakan sistem Hung Gar, yang telah ditemukan Hong Xiguan (Hung Si Kwan), pahlawan Shaolin lainnya. “Dia adalah seorang ahli di sekolah seni bela diri Shaolin di Hung, dan ahli dalam Tinju Kawat Besi, Tinju Lima Bentuk, Tinju Penakluk Harimau, dan Tendangan Tanpa Bayangan,”tulis Yu.

Mok Kwai-Lan

Tendangan Tanpa Bayangan adalah gaya tendangan samping, dipopulerkan tetapi mungkin tidak ditemukan oleh Wong, di mana seorang petarung menendang lawannya tiga kali berturut-turut saat di udara.

Wong menikah empat kali, dan memiliki empat anak. Tetapi hanya ada informasi tentang istri keempatnya, Mok Kwai-lan. Mok, yang menikah dengan Wong yang sudah tua pada tahun 1915 ketika dia berusia 23 tahun, juga seorang seniman bela diri terkenal. Dia berlatih Mok Gar, gaya Shaolin yang menekankan teknik pertarungan jarak dekat, dan Wong memasukkan beberapa elemen itu ke dalam Hung Gar setelah mereka bertemu.

Mok hidup lebih lama dari Wong selama bertahun-tahun, meninggal pada usia 90 tahun pada tahun 1982. Mok pindah ke Hong Kong pada tahun 1936, di mana dia menjalankan sebuah apoteker dan operasi perawatan tulang, dan mengajar Hung Gar.

Dia telah menikahi Wong begitu terlambat dalam hidupnya sehingga dia tidak dapat memberikan banyak informasi tentang sejarah pribadinya, kata para peneliti. Serial televisi TVB “Grace Under Fire”, secara longgar didasarkan pada kehidupannya.

Ada sebuah kisah yang terkenal, tapi mungkin apokrif, tentang bagaimana keduanya bertemu. Pada tahun 1911, Wong sedang memberikan demonstrasi kung fu ketika sepatunya terlepas dan mengenai wajah Mok yang menonton. Mok yang marah mengambil sepatu itu, menerobos kerumunan, dan menampar wajah Wong. Mok mengatakan, Wong harus lebih berhati-hati, karena lain kali dia mungkin membuat kesalahan serupa dengan senjata dan melukai salah satu penonton.

Keduanya bertemu lagi setelah paman Mok, yang juga wali dan instruktur bela diri, mencari Wong untuk meminta maaf atas perilakunya. Romansa berkembang, sehingga Mok dan Wong menikah.

Seperti ayahnya, Wong juga melatih tentara dalam seni bela diri. Dia bekerja sebagai instruktur seni bela diri untuk Resimen ke-5 tentara Guangdong, dan kemudian Milisi Sipil Guangzhou. Menjelang akhir hidupnya, dia mengajar seni bela diri dan menjalankan Klinik Po Chi Lam di Guangzhou, dan satu lagi di Foshan.

Menurut Yee, Wong menjadi miskin ketika rumah dan kliniknya terbakar selama kerusuhan anti-pemerintah di Guangzhou pada tahun 1924. Wong jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1924 atau 1925 atau bahkan mungkin tahun 1933. Ia dianggap tidak pernah kalah dalam satu pertarungan pun sepanjang hidupnya. [South China Morning Post]

Back to top button