DPR Ingatkan Kemendagri Akses Data Kependudukan Harus Ijin Pemiliknya
JAKARTA-Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya menanyakan kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi akses data kependudukan kepada perusahaan swasta, termasuk pinjaman online (pinjol). Sebab pemberian akses data harus ada persetujuan warga pemilik data tersebut.
“Kemendagri sudah dapat persetujuan subjek datanya belum? Ada sertifikat sistem pelindungan datanya enggak? Bagaimana mekanisme kalau terjadi kegagalan sistem? Itu semua harus dipenuhi dulu sebelum membuka walaupun sedikit akses data pribadi. Jangan main-main dengan aturan,” Kata Aditya.
Persetujuan pemilik data tersebut diatur pada pasal 26 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahwa, penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan, kecuali ada pengaturan dalam UU lain.
Pasal 26 ayat (2) menyatakan orang yang dilanggar haknya itu bisa mengajukan gugatan.
“UU ITE sudah jelas membatasi akses data pribadi hanya boleh atas persetujuan pribadi, karena data pribadi ini menyangkut hak privasi warga negara yang harus dilindungi. Maka siapapun yang membuat data warga negara bisa diakses orang lain harus memenuhi syarat undang-undang,” kata Aditya lebih lanjut.
Pengecualian pemberian akses data pribadi warga negara, kata Aditya, hanya dapat diberikan untuk kepentingan keamanan. Sehingga menurut Aditya, permintaan perusahaan untuk verifikasi data konsumen tidak ada dalam pengecualian tersebut.
“Ini yang minta data bukan untuk kebijakan strategis keamanan dan ketahanan negara, jadi buat apa Kemdagri repot-repot melayani perusahaan dan malah menjebak diri melakukan pelanggaran hukum,”.
Aditya mengingatkan adanya aturan lain terkait pemberian akses data kependudukan yakni Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Sebelumnya, Ditjen Dukcapil Kemendagri memberi akses data kependudukan kepada sejumlah pihak swasta, termasuk perusahaan pinjol yakni PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman, PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).
Akses data juga diberikan ke lembaga jasa keuangan lain, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Mitra Adipratama Sejati (MAS) Finance, PT BPR Tata Karya Indonesia, dan PT Indo Medika Utama. Sisanya, diberikan ke Dompet Dhuafa dan dua lembaga kesehatan.
Namun Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh membantah memberikan data pribadi penduduk kepada pihak swasta. Menurut Zudan, pihaknya melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan swasta tersebut hanya memberi akses verifikasi data nasabah.
Kerja sama ini akan membuat perusahaan-perusahaan itu mendapat hak untuk mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK), data kependudukan, dan e-KTP untuk menunjang pelayanan verifikasi para nasabah.
(tvl)