- Kematian ribuan ikan tidak hanya terjadi di Hokkaido, tapi juga Nakiri.
- Muncul berbagai teori penyebab kematian, tapi ilmuwan belum bisa membuktikan.
JERNIH — Peneliti Jepang masih belum bisa menjawab penyebab kematian 1.200 ton ikan yang ditemukan sepanjang garis pantai pelabuhan Hokkadate di Hokkaido awal bulan ini awal bulan ini.
Fenomena aneh ini diikuti kabar serupa di selatan Nakiri, kota pesisir di Pasifik, ketika menduduk setempat menemukan 30 sampai 40 ton ikan sarden skala Jepang, penduduk lokal menyebutnya sappa, dalam beberapa hari.
Nelayan berupaya mengangkat semua hewan yang mati karena khawatir bangkai ikan menguras kadar oksigen di perairan, dan membahayakan ekosistem laut.
Seorang nelayan di Nakiri, yang telah bekerja di tempat itu selama dua dekade, mengatakan; “Saya belum pernah melihat fenomena ini. Tahun lalu kami menangkap sappa di Nakiri. Kini saya bertanya-tanya apakah ekosistem laut sedang berubah.”
Ilmuwan Jepang sedang mempertimbangkan sejumlah teori untuk menjelaskan kematian massal ini. Salah satunya, spesies bermigrasi, dikejar predator seperti amberjack, kelelahan dan mati. Teori lainnya adalah penurunan suhu air secara tiba-tiba.
Namun, teori-teori itu masih harus dibuktikan. Mikine Fujiawar, pakar perikanan Jepang, mengatakan penyelidikan masih terus dilakukan dan analisis air laut sedang dikerjakan untuk mengetahui penyebab fenomena ini.
Laporan media asing menyebutkan adanya kaitan antara kematian 1.200 ikan dengan pelepasan air mengandung tritium dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi ke Pasifik. Namun pejabat Jepang membantah klaim itu.
Badan Energi Atom International (IAEA) menyetujui pembuangan limah cair PLTN Fukushima, dan menyatakan limbah itu tidak memiliki dampak radiologis terhadap manusia dan lingkungan.
Komunitas nelayan lokal, khususnya di Fukushima, khawatir akan potensi kerusakan makanan laut akibat kematian massal ikan baru-baru ini. Pihak berwenang Jepang di Hokkadate menyarankan penduduk tidak mengkonsumsi ikan yang terdampar di pantai karena berisiko bagi kesehatan.