Site icon Jernih.co

10 Ribu Orang Ikuti Festival Telanjang Hadaka Matsuri

In this picture taken on February 18, 2017, worshippers wait for the priest to throw the sacred batons during the annual Naked Man Festival or 'Hadaka Matsuri' at Saidaiji Temple in Okayama, western Japan. With only a skimpy loincloth to protect their modesty, thousands of men brave freezing temperatures to fight for lucky charms thrown by a priest at Japan's annual Naked Man Festival. / AFP PHOTO / Behrouz MEHRI / To go with Japan-culture-religion-naked-festival by Quentin TYBERGHIEN

Okayama — Sekitar sepuluh ribu orang, Sabtu 14 Februari 2020, menanggalkan masker anti virus korona dan berkumpul mengikuti Festival Telanjang tahunan di Prefektur Okayama di selatan Pulau Honshu, Jepang.

Hadaka Matsuri, demikian orang Jepang menyebut festival itu, adalah pesta liar dan berisik yang digelar di Kuil Saidaiji Kannonik, 30 menit dari Kota Okayama.

Di cuaca dingin, para lelaki hanya mengenakan cawet tradisional, disebut fundoshi, sepasang kaus kaki putih (tabi), dan berkerumun

Sesuai tradisi Jepang, Hadaka Matsuri adalah perayaan rasa syukur atas panen berlimpah, kemakmuran, dan kesuburan. Perayaan dimulai pukul 14:30 sore, dengan melibatkan anak-anak muda.

Mieko Itano, juru bicara dewan pariwisata Okayama, mengatakan anak-anak muda dilibatkan agar fesetival tahunan terpelihara.

Festival dimulai dengan semua peserta, selama satu atau dua jam, berlarian sekitar kuil sebagai persiapan penyucian diri dengan air dingin. Setelah itu mereka berjejalan di dalam bangunan kuil utama.

Ketika lampu kuil padam pukul 22:00, seorang imam melempar seratus ranting dan dua batang shingi sepanjang 20 cm dari jendela setinggi empat meter ke arah kerumunan.

Kebrutalan dimulai. Sepuluh ribu lelaki tak ubahnya ikan sarden di dalam kontainer berdesak-desak mendapatkan satu atau dua batang ranting. Yang berhasil mendapatkannya dipercaya akan mendapat keberuntungan selama satu tahun ke depan.

Dibanding ranting, shingi lebih dicari. Peserta melakukan apa saja di kerumunan untuk mendapatkan shingi. Ranting, juga dicari tapi tak dibawa pulang.

Semua itu hanya berlangsung 30 menit. Setelah itu peserta keluar kuil dengan keluhan masing-masing, memar, sendi terkilir, atau luka-luka lainnya.

Peserta datang dari sekujur Jepang. Beberapa dari luar negeri. Ada yang datang sendirian, tak sedikit datang berkelopok atau sebagai tim yang mewakili kota, atau propinsi.

Berusia 500 Tahun

Hadaka Matsuri berusia 500 tahun, dan berevolusi sejak Era Muromachi (1338-1573), ketika penduduk desa berlomba mengambil kertas jimat yang diberikan pendeta Kuil Saidaiji Kannonin.

Ketika kian banyak penduduk desa — bahkan dari luar Okayama — menginginkan jimat itu, festival membesar dan kian populer.

Semula peserta tidak telanjang. Perlahan tapi pasti, ketika pakaian tradisional Jepang dianggap mengganggu, peserta memilih telanjang.

Kertas tidak lagi digunakan, karena saat lebih satu orang meraihnya, kertas akan robek. Maka, kertas diganti dengan kayu atau Itano.

Tahun 2016, Unesco menetapkan Hadaka Matsuri sebagai aset budaya rakyat tak berwujud yang sangat penting. Namun, ini bukan satu-satunya festival telanjang di Jepang.

Di Prefektur Chiba, tepatnya di Yotsukaido, ada festival serupa. Bedanya, para lelaki membawa anak-anak melewati lumpur. Bukan mencari jimat, tapi mengusir setan.

Ada banyak perayaan lain yang menampilkan keberanian penduduk Jepang bertelanjang ria saat musim dingin.

Exit mobile version