Site icon Jernih.co

100 Tahun Penemuan Makam King Tut: Misteri Abadi dan Mitos Kutukan Rekayasa Wartawan

JERNIH — Hari ini 100 tahun lalu, arkeolog Howard Carter memimpin tim yang tanpa lelah melakukan penggalian dan menemukan peristirahatan ikonik Firaun Tutankhamum. Dunia tercengang.

Daniela Rosenow, dari Institut Grifith Universitas Oxford, mengatakan; “Itulah kali pertama sebuah makam kerajaan ditemukan nyaris utuh.”

Makam itu, masih menurut Rosenow, memberi arkeolog dan sejarawan wawasan — yang hampir seperti gelembung waktu — ke era Mesir kuno karena ada lebih 5.000 benda, beberapa di antaranya untuk pemakaman dan kehidupan sehari-hari, yang digunakan Tutankhamum.

Mitos Konyol Kutukan King Tut

Menariknya, bukan itu yang membuat Tutankhamum mendunia dan kisah penemuan makamnya ditulis ulang jutaan orang di berbagai platform media, tapi tentang mitos kutukan mematikan. Singkatnya, makam itu menyadang kutuk.

Mitos kutukan dimulai dengan kematian misterius George Edward Stanhope Molyneux Herbert atau Lord Carnarvon, sang penyadang dana penggalian. Berikutnya adalah George Jay Gould, jutawan AS yang hadir dalam pembukaan makam.

Tanggal kematian keduanya berdekatan. Akibatnya, semua yang terlibat dalam pembukaan makam dilanda ketakutan hebat.

Hugh Evelyn-White, arkeolog dan rekan Carter, tewas bunuh diri. Aaron Ember, pakar sejarah Mesir kuno dari AS, meninggal saat rumahnya terbakar habis.

Nike FM mengatakan setidaknya ada enam kematian lagi, yang diduga terkait dengan pembukaan makam King Tut, julukan Firaun Tutankhamum.

Para ahli membantah klaim makam itu terkutuk. Puluhan tahun kemudian, film dokumenter Channel 4 membongkar kisah di belakang pembentukan mitos yang nyaris dipercaya itu.

Howard Carter hanya memberi informasi eksklusif kepada satu surat kabar Inggris, yaitu The Times. Koran lain, terutama Daily Mail, jengkel minta ampun.

Arthur Weigall, wartawan Daily Mail dan ahli sejarah Mesir kuno, melawan dominasi The Times dan keengganan Carter memberikan informasi kepada koran lain. Ia memulainya dengan meledek Lord Carnarvon, yang selalu gembira sejak penemuan makam King Tut.

“Jika dia masuk ke makam King Tut dengan sikap seperti itu, enam pekan lagi dia akan mati,” tulis Weigall di Daily Mail dan dikutip The Telegraph.

Enam pekan kemudian Lord Carnarvon meninggal dunia. Alih-alih berduka, Weigall merasa menemukan sensasi yang layak dieksploitasi, yaitu kutukan Firaun Tutankhamum.

Masyarakat Inggris, meski modern dan rasional, adalah penyuka mitos. Itulah yang membuat Weigall kian bersemangat menguatkan mitos saat George Jay Gould meninggal tak lama setelah Lord Carnarvon.

Ketika burung kesayangan Howard Carter mati, Weigall menulis kutukan itu salah alamat. Carter menolak mitos itu dan tetap melanjutkan kerja. Ia meninggal tahun 1939, atau 16 tahun setelah penemuan makam King Tut.

Misteri Satu Abad

Perlu penggalian sepuluh tahun untuk menemukan makam King Tut, tapi seratus tahun seolah tak cukup untuk mempelajari salah satu raja Mesir kuno ini.

Selain informasi tentang King Tut sebagai raja yang meninggal tahun 1323 sebelum Masehi (SM) pada usia 19 tahun, hampir tidak ada informasi lain dari makam itu.

“Makam itu nyaris utuh tapi mengecewakan banyak ahli Mesir kuno yang berharap mengetahui lebih banyak tentang periode King Tut hidup,” kata Rosenow.

Sejarawan berharap arkeolog menemukan papirus, catatan tertulis di batu, atau informasi sejarah apa saja tentang periode King Tut berkuasa.

“Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan pada obyek makam,” ujar Rosenow. “Masih banyak kelompok obyek yang belum dipelajari dengan baik.”

King Tut memiliki kehidupan mewah, dan itu terlihat dari peralatan yang ditemukan di makamnya, yang semua serba emas; kotak makanan, karangan bunga, tekstil, furniture, dan peralatan kosmetik. Namun, semua itu tidak memberi informasi sejarah.

Jadi, apa yang menarik dari penemuan makam King Tut? Ya, mungkin cuma mitos yang dibuat wartawan kecewa.

Exit mobile version