- Bashar Assad kehabisan pilihan; Iran ogah mengerahkan pasukan Suriah karena akan memancing intervensi Israel. Rusia sibuk perang di Ukraina.
- Kepada jenderal-jenderalnya, Bashar al-Assad mengatakan bantuan dari Moskwa dalam perjalanan.
JERNIH — Ada yang belum terungkap dari perstiwa penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yaitu apa yang dilakukan sang diktator pada jam-jam terakhir sebelum melarikan diri ke Rusia.
Selusin orang yang mengetahui situasi itu buka suara kepada wartawan. Seluruhnya mengutarakan hal sama, bahwa Bashar al-Assad tidak memberi tahu niatnya melarikan diri saat koalisi pemberontak bergerak dari Homs menuju Damaskus.
Sabtu 7 Desember, Bashar al-Assad mengumpulkan sekitar 30 perwira militer di Kementerian Pertahanan, dan mengatakan dukungan militer Rusia sedang dalam perjalanan, dan mendesak pasukan darat bertahan.
Usai pertemuan, Bashar al-Assad memberi tahu kantor kepresidenan bahwa dia akan pulang. Namun, seorang ajudan di lingkaran terdekatnya dibuat bingung ketika mobil berbelok menuju Bandara Damaskus.
Saat dalam perjalanan ke Bandara Damakus, menurut sang ajudan, Bashar al-Assad menelepon penasehat media Buthaina Shaaban, dan memintanya datang ke rumah untuk menuliskan naskah pidato.
Buthaina Shaaban bergegas datang ke rumah sang presiden dan tak menemukan siapa pun di rumah itu. Tidak ada Asma, istri Bashar al-Assad, dan tiga anaknya. Tidak pula ada penjaga.
Meninggalkan Pendukung
Nadim Houri, direktur eksekutif Arab Reform Initiative, mengatakan Bashar al-Assad bahkan tidak mengerahkan pasukannya sendiri, yaitu orang-orang sekte Alawites yang terkenal setia.
“Ia seolah membiarkan pendukungnya menghadapi nasib buruk mereka sendiri,” kata Houri.
Yang juga mengherankan adalah Bashar al-Assad tidak memberi tahu Maher al-Assad, adiknya yang menjabat komandan Divisi Lapis Bajak ke-4 Angkatan Darat Suriah tapi lebih dikenal sebagai Raja Narkoba.
Satu sumber mengatakan setelah tahu Bashar al-Assad kabur ke Rusia, Maher menerbangkan helikopter menuju Irak, dan melanjutkan perjalanan ke Rusia.
Sejauh ini tidak ada konfirmasi dari Rusia tentang Maher al-Assad. Juga tidak diketahui dari mana Maher menerbangkan helipoter. Sebab, Syrian Observatory for Arabic mengatakan Maher berada di Qardaha, kampung halaman Keluarga al-Assad, saat pemberontak memasuki Damaskus.
Ehab dan Eyad Makhlouf, sepupu Bashar al-Assad dari pihak ibu, tidak tahu sang patron keluarga telah melarikan diri. Ia tertinggal di Damaskus dan menyaksikan koalisi pemberontak memasuki ibu kota.
Seorang ajudan Bashar al-Assad mengatakan keduanya mencoba melarikan diri ke Lebanon dengan mobil, tapi disergap pemberontak. Ehab ditembak mati, Eyad terluka. Namun, kabar ini tanpa konfirmasi.
Bermalam di Bandara
Bashar al-Assad tiba di Bandara Damaskus, Sabtu 7 Desember sore hari. Ia bermalam di bandara. Keesokan hari, 8 Desember, sang presiden terbang ke Pangkalan Udara Rusia di Khmeimim, kota pesisir di Propinsi Latakia.
Tidak diketahui bersama siapa Bashar al-Assad berangkat ke Latakia. Yang pasti, istri dan tiga anaknya — ditemani tiga mantan ajudan dan seorang pejabat senior regional — telah berada di Rusia. Juga tidak diketahui kapan Keluarga Bashar al-Assad tiba di Moskwa.
Video situasi rumah Bashar al-Assad, direkam prajurit koalisi pemberontak dan warga pada 8 Desember, memperlihatkan sang presiden pergi dengan tergesa-gesa. Makanan yang dimasak tertinggal dia atas kompor. Beberapa barang pribadi yang tampaknya akan dibawa dibiarkan tertinggal.
Tidak Ada Bantuan Iran dan Rusia
Rusia menyelamatkan Bashar al-Assad dari kejatuhan pada 2015. Saat itu, pemboman habis-habisan jet-jet tempur Rusia membalikan keadaan perang. Pemberontak menyingkir sejauh mungkin ke Idlib.
Namun, Rusia tidak benar-benar menyelamatkan Bashar al-Assad. Setelah 2015, tidak ada lagi operasi militer untuk melenyapkan pemberontak.
Pada 28 November 2024, sehari setelah koalisi pemberontak menyerbu dan merebut Aleppo, Bahsar al-Assad terbang ke Moskwa. Tiga diplomat mengatakan Bashar al-Assad datang untuk meminta Kremlin sekali lagi melakukan intervensi. Kremlin tak menggubris.
Hadi al-Bahra, kepala oposisi utama Suriah di luar negeri, mengatakan Bashar al-Assad tidak menyampaikan situasi perang kepada para pembantunya.
“Dia berbohong kepada komandan tempur dan orang terdekatnya dengan mengatakan bantuan dari Moskwa akan datang,” kata al-Bahra. “Padahal, kunjungannye ke Moskwa pada 28 November itu negatif.”
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengataan Rusia menghabiskan banyak dana dan senjata untuk menstabilkan Suriah tahun 2015. Kini, masih menurut Peskov, prioritas Rusia adalah perang di Ukraina.
Pada 2 Desember, atau empat hari setelah perjalanan ke Moskwa, Bashar al-Assad bertemu Menlu Iran Abbas Araqchi di Damaskus. Saat pertemuan, Bashar al-Assad mendengar kabar pemberontak bergerak dari Aleppo ke Selatan.
Selama pertemuan, Bashar al-Assad tertekan hebat. Ia mengatakan kepada Menlu Araqchi bahwa pasukannya terlalu lemah untuk melakukan perlawanan. Namun, menurut dua pejabat senior Iran, Bashar al-Assad tidak meminta Tehran mengerahkan pasukan ke Suriah.
Analisis sederhananya, Bashar al-Assad tahu Tehran akan menolak permintaan itu. Kehadiran pasukan Iran di Suriah hanya akan menjadi sasaran empuk jet-jet tempur Israel. Bahkan, bukan tidak mungkin Israel akan mendahului merebut Damaskus dan melancarakan serangan ke Iran.
Kehabisan Pilihan
Kata orang; pilihan adalah penderitaan, tidak memilih lebih menderita. Bashar al-Assad kehabisan pilihan, dan akhirnya harus menerima kejatuhan tak terelakan.
Moskwa tidak bisa lagi membantu Bashar al-Assad, tapi tidak meninggalkannya. Menlu Rusia Sergei Lavrov, saat menghadiri forum di Doha, memelopori upaya diplomatik untuk mengamankan keselamatan Bashar al-Assad dan keluarga.
Lavrov memastikan keberangkatan Bashar al-Assad dari Latakia ke Moskwa. Diplomat Rusia berkoordinasi dengan negara-negara tetangga untuk memastikan pesawat Rusia yang membawa Bashar al-Assad meninggalkan wilayah udara Suriah tak dicegat atau menjadi sasaran tembak.
Cerita menarik juga disampaikan Mohammed Jalali, perdana menteri terakhir rezim Bashar al-Assad. Menurut Jalali, dia terakhir kali berbicara dengan Presiden Bashar al-Assad melalui telepon pada Sabtu 7 Desember pukul 10:30 malam.
“Dalam percakapan terakhir itu, saya memberi tahu dia betapa sulit situasi saat ini. Saya katakan ada perpindahan besar-besaran orang dari Homs ke Latakia,” kata Jalali kepada Al Arabiya TV. “Ada kepanikan dan kengerian di jalan-jalan.”
Jalali melanjutkan; “Bashar al-Assad menjawab; Kita lihat besok.” Jadi, menurut Jalali, kata terakhir yang ia ucapkan kepada saya adalah besok. Besok itu adalah 8 Desember.
“Saat fajar menyingsing, Minggu 8 Desember, saya meneleponnya lagi tapi tidak ada jawaban,” Jalali mengakhiri.