Site icon Jernih.co

30 Tahun Keruntuhan Uni Soviet, Gorbachev: AS Seolah Pemenang dan Makin Sombong

JERNIH — Mikhail Gorbachev, pemimpin terakhir Uni Soviet, mengatakan AS menjadi sombong dan tak tahu diri setelah runtuhnya Uni Soviet, dengan memperluas aliansi militer NATO.

“Bagaimana seseorang dapat mengandalkan hubungan setara dengan AS dan Barat dalam posisi seperti itu,” kata Gorbachev kepada kantor berita RIA Novosti, pada malam peringatan pengunduran dirinya sebagai pemimpin Uni Soviet.

Menurut Gorbachev, AS menyatakan memenangkan Perang Dingin. Setelah itu, Washington menjadi arogan dan bisa bertindak apa saja sesuai kehendaknya.

Gorbachev juga mencatat situasi serupa di negara-negara Barat. Washington, katanya, lupa bahwa kesepakatan AS dan Uni Soviet yang menarik dunia keluar dari konfrontasi dan perlombaan nuklir.

“Sebagai pemenang, AS memutuskan membangun kerajaan baru dengan memperluas keanggotaan NATO,” kata Gorbachev.

Namun, Gorbachev menyambut baik pembicaraan keamanan yang antara Moskwa dan Washington dalam waktu dekat. “Semoga ada hasilnya,” ujar Gorbachev.

Pekan lalu, Moskwa mengajukan tuntutan keamanan besar-besaran kepada AS dan sekutunya. NATO tidak boleh menerima anggota baru dan AS tidak mendirikan pangkalan baru di negara-negara eks-Uni Soviet.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Washington bersedia membahas proposal, dan pembicaraan terjadi awal 2022 di Jenewa.

Mikhail Gorbachev mengundurkan diri sebagai presiden Uni Soviet pada 25 Desember 1991, beberapa hari setelah pemimpin Belarusia, Rusia, dan Ukraina mengatakan Uni Soviet tidak ada lagi.

Putin, mantan agen KGB dan pelayan setia Uni Soviet, yang paling kecewa dengan keruntuhan itu. Ia pernah menyebut keruntuhan Uni Soviet sebagai bencana geopolitik terbesar abad ke-20.

Exit mobile version