Site icon Jernih.co

Ada Maksud Tersembunyi di Balik Museum Holocaust Minahasa

“Karena ternyata ada juga dokumen penting; Haavara Agreement, tahun 1933 disepakati organisasi Zionis di Jerman dan Inggris dengan rezim Nazi untuk migrasi 60.000 yahudi Jerman ke Palestina. Patut dicurigai jika ada maksud tersembunyi dari pendirian museum ini di Indonesia sebagai bagian dari manuver untuk memuluskan rencana normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan Indonesia,” Ujar Hidayat membeberkan.

JERNIH-Jika keberadaan museum holocaust di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, diperuntukkan mencegah antisemitisme, intoleransi dan rasisme, maka lebih tepat kalau museum itu diperuntukkan bagi Israel yang selalu mempertontonkan kelakuan teror, genosida dan sejenisnya terhadap bangsa Palestina. Sehingga, penduduknya berdiaspora ke mana-mana bahkan menyebrang lintas benua.

Jika ditujukan kepada bangsa Israel, maka keberadaan museum ini akan meningkatkan kesadaran kolektif betapa jahatnya holocaust dan negeri itu menghentikan aksi jahatnya kepada bangsa lain yakni Palestina, hingga melahirkan perdamaian.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mendukug penuh sikap MUI dan berbagai Ormas Islam lainnya, yang meminta museum holocaust di Minahasa, ditutup sebab berpotensi melahirkan keresahan dan kontraproduktif.

“Kami mendukung sikap Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Prof. DR. Sudarnoto Abdul Hakim, yang menuntut ditutupnya pameran foto dan Museum Holocaust di Tondano. Karena museum ini berpotensi menghadirkan keresahan dan kontraproduktif terhadap upaya pembelaan terhadap Palestina yang diperjuangkan oleh pemerintah serta rakyat Indonesia. Juga berpotensi memicu kegaduhan di tengah khalayak publik Indonesia, yang semestinya berkonsentrasi menghadapi gelombang varian Omicron,” ujar HNW melalui keterangannya.

Jika keberadaan museum holocaust di Minahasa itu diperuntukkan bagi Israel, Hidayat setuju-setuju saja. Sebab lantaran aksi negeri Yahudi selama puluhan tahun, bangsa Palestina tercerai berai. Ada yang di Tepi Barat, Gaza atau kawasan pendudukan Israel. Dan separuhnya menyebrang ke negara lain.

“Belum lagi pelanggaran HAM terhadap warga Palestina di Yerusalem, Masjid al Aqsa serta isolasi berbilang tahun terhadap warga Palestina di Gaza. Juga pengabaian Israel terhadap berbagai Resolusi PBB maupun kesepakatan lembaga Internasional. Perilaku intoleran Israel terhadap Palestina itulah yang justru selalu ditampilkan oleh Israel. Sebagai pihak yang mengaku menjadi korban dari Holocaust Nazi, mestinya Israel tidak mengulangi hal yang sejenis kepada Bangsa lain, dalam hal ini Palestina,” katanya melanjutkan.

Jelas, museum holocaust tak diperlukan di Indonesia yang toleran, non rasisme dan tak melakukan holocaust terhadap suku dan bangsa mana pun. Justru negeri ini yang pernah mengalami genosida akibat aksi Westerling, perwira militer penjajah Belanda, terhadap puluhan ribu warga sipil di Sulawesi Selatan, tahun 1946-1947.

“Terlebih lagi sumber informasi mengenai sejarah Holocaust yang mudah diakses di era teknologi informasi, inilah membuka banyak tabir tentang hakikat Holocaust dan berbagai peristiwa yang mendahuluinya. Karena ternyata ada juga dokumen penting; Haavara Agreement, tahun 1933 disepakati organisasi Zionis di Jerman dan Inggris dengan rezim Nazi untuk migrasi 60.000 yahudi Jerman ke Palestina. Patut dicurigai jika ada maksud tersembunyi dari pendirian museum ini di Indonesia sebagai bagian dari manuver untuk memuluskan rencana normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan Indonesia,” Ujar Hidayat membeberkan.

Apalagi, lanjutnya, museum di Tondano itu bekerja sama dengan Museum Yad Vashem Israel, di mana direkturnya adalah tokoh besar pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat, kawasan Palestina. Manuver semacam itu, menurut HNW, sangat intoleran terhadap sikap resmi Bangsa dan Negara Indonesia, dan bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan.

“Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kemanusiaan, menolak segala penjajahan, dan karenanya mendukung Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel,” ujarnya menegaskan.

Hidayat mengingatkan kalau pembukaan pameran foto dan museum holocaust tersebut lebih banyak menyimpan potensi negatif, dengan memaksakan kehadirannya di Indonesia dan memanipulasi sejarah Israel sebagai negara penjarah, penjajah, pelaku teror dan pelaku kejahatan kemanusiaan terhadap Palestina.

Belum lagi, keberadaannya di Indonesia mengalihkan isyu dan fakta bahwa Israel dan Zionisme-nya mempraktekkan apartheid terhadap Palestina. Padahal, hukum internasional sepakat bahwa hal itu merupakan bentuk kejahatan sebagaimana termaktub dalam Statuta Roma.

“Itu semua merupakan fakta tragedi kemanusiaan yang kontekstual dan relevan untuk dibela dan diperjuangkan di Indonesia dengan mendirikan museum kejahatan penjajahan Israel atas Palestina. Bukan justru memberikan legalitas terhadap Israel dengan dalih holocaust dan membuatkan museum, karena sangat nyata, dan sudah menjadi rahasia umum, zionis Israel justru melakukan penjarahan, pembantaian dan penjajahan atas Palestina,” kata Hidayat menjelaskan.

Makanya, Hidayat mendesak agar panitia pameran foto dan museum holocaust di Tondano, bersikap toleran kepada Bangsa dan Negara Indonesia yang menolak penjajahan Israel atas Palestina. Dan, museum itu harus segera ditutup.[]

Exit mobile version