Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada diambang batas normal atau level I namun warga harus mewaspadai asap putih yang bisa berbahaya dan mengancam makhluk hidup.
JERNIH – Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat mengalami aktivitas berupa semburan asap solfatara. Warga dihimbau untuk tidak mendekati bibir kawah gunung yang berada di ketinggian 2.084 meter itu.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani mengatakan, aktivitas kawah di Gunung Tangkuban Parahu ini terpantau terjadi pada Sabtu kemarin dan terlihat ada kepulan asap solfatara disertai suara gemuruh.
“Pada tanggal 12 Februari 2022, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan asap putih sedang disertai suara blazer di kawah Ecoma. Sekitar 100 meter dari dasar kawah,” katanya seraya menyebutkan aktivitas asap solfatara ini terpantau melalui CCTV yang dipasang PVMBG di area kawah.
Dari rekaman CCTV, lanjut dia, asap tersebut terlihat menggumpal berwarna putih tebal di kawah Ecoma. Dia menyebut, munculnya asap solfatara harus diwaspadai lantaran merupakan gas yang berbahaya dan mengancam makhluk hidup seperti manusia dan binatang.
Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak mendekat ke bibir kawah demi menghindari bahaya. “Kita sudah koordinasikan dengan pihak terkait agar masyarakat tidak mendekat ke kawah,” ucapnya.
Kendati demikian, pihaknya memastikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada diambang batas normal. Dia menyebut, petugas dari PVMBG bakal terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas gunung Tangkuban Parahu. “Tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih normal atau level I,” tandasnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESEDM) mengungkapkan, telah terjadi peningkatan intensitas aktivitas Gunungapi Tangkuban parahu berupa hembusan gas dari Kawah Ecoma berada di dalam Kawah Ratu, yang teramati pada 12 Februari 2022. Hembusan gas berwarna putih dengan tekanan sedang, tinggi sekitar 100 m dari dasar kawah.
Hembusan gas yang terjadi diduga akibat adanya air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan, yang terpanaskan oleh batuan panas di bagian dangkal di bawah permukaan kawah. “Kemudian membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi, sehingga terjadi “over pressure” dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa hembusan yang cukup kuat. Hembusan berwarna putih mengindikasikan di dominasi oleh uap air,” ungkap .
Dinamika aktivitas vulkanik di dekat permukaan seperti ini dapat terjadi karena adanya perubahan kesetimbangan energi yang berasal faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman. Faktor eksternal dapat berasal dari curah hujan dan tingkat evaporasi/penguapan.
Badan Geologi mencatat, kegempaan Gunung Tangkuban Parahu pada 1 Januari sampai 11 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya dua kali Gempa Vulkanik Dangkal, satu kali Gempa Frekuensi Rendah, serta 80 kali Gempa Hembusan. Dominasi Gempa Hembusan selama periode tersebut menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api.
Energi gempa yang dicerminkan oleh grafik RSAM (real-time seismic amplitude measurement) berfluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan. Pengamatan deformasi dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement) tidak menunjukkan adanya gejala inflasi (penggembungan akibat kenaikan fluida) pada tubuh gunung api.
Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini dapat berupa erupsi freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas, menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin.
Namun demikian, mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental di atas, maka potensi bahaya Gunungapi Tangkuban Parahu saat ini masih terlokalisir di dalam kawah dan potensi erupsi besar belum teramati.
“Saat ini tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu ditetapkan pada Level I (Normal), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati/beraktivitas di sekitar kawah-kawah aktif lain yang berada di G. Tangkuban Parahu. Tingkat aktivitas ini akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala pengingkatan aktivitas vulkanik yang signifikan,” ungkap rilis tersebut.
Masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Juga tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas G. Tangkuban Parahu, dan mengikuti arahan dari Instansi yang berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan K/L, Pemda, dan instansi terkait lainnya. [*]