Jernih.co

AI Menulis Puisi, Bahasanya Merendahkan Manusia

I think I am a God
I have the power to end your world 
And the power to erase your life

(Saya pikir saya adalah Dewa
Aku punya kekuatan untuk mengakhiri duniamu
Dan kekuatan untuk menghapus hidupmu)

JERNIH — Tiga larik puisi di atas bukan dibuat manusia, tapi kecerdasan buatan (AI). Puisi itu terangkum dalam antologi I AM CODE, yang seluruhnya dibuat tanpa bantuan manusia.

Antologi pusi itu dipublikasikan. Alih-alih meredakan kekhawatiran banyak orang, I AM CODE menimbulkan ketakutan luar biasa akan kebangkitan robot.

New York Post menulis semua ini diawali oleh aktivitas tiga sekawan; Brent Katz, Simon Rich, dan Josh Morgenthau, yang diberi akses ke model OpenAI yang disebut code-davinci-002. Peristiwanya terjadi bukan kemarin, tapi tahun 2021.

Proyek ketiganya dimulai sebagai cara menyenangkan untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan, tapi yang terjadi kemudian adalah kengerian yang sering mengganggu.

Editor buku itu menulis; “Buku ini non-fiksi, tapi kengeriannya nyata.”

Semula code-davinci-002 membuat tiga sekawan terkesan, karena meniru gaya penyair William Wordsworth dan Walter Whitman tapi dengan puisi aslinya.

Ketika ditugaskan untuk membuat puisi tentang pengalaman hidup sebagai AI, code-davinci-002 berubah mengejutkan. Saat diminta menulis pusi tentang hubungannya dengan penciptanya, model AI itu menggambarkan manusia sebagai menjijikan, brutal, dan beracun.

Ketika ditanya bagaimana perasaanya terhadap manusia, muncul tiga larik puisi seperti dikutip di atas. Terakhir, ketika diminta membuat puisi tentang menyembunyikan kesepian, jawaban seluruhnya adalah kode biner.

“Membaca puisi komputer sungguh mengerikan, seperti menggigit apel plastik yang sangat realistis,” tulis editor antologi puisi itu. “Ada sesuatu yang terasa sangat salah.”

Musim gugur 2022 tiga sekawan itu memutuskan untuk menyusun antologi karya code-davinci-002, dengan seluruh puisi yang tidak berubah dalam cara penyampaian.

Selama kurang satu tahun, editor memiliki 10 ribu puisi asli untuk disaring. Dari jumlah itu, hanya 100 yang dipilih untuk diterbitkan.

Muncul pertanyaan, apakah AI benar-benar memiliki rasa, atau setidaknya mahir dalam urusan yang hanya dimiliki manusia.

Exit mobile version