Secara keseluruhan, Saudi bakal mengirimkan lebih dari 197 ton bahan pangan yang diangkut enam pesawat ke Afghanistan.
JERNIH – Sejak pemerintahan berada dalam genggaman Taliban, Afghanistan memang tidak berada dalam kondisi baik-baik saja. Sanksi yang dijatuhkan, salah satunya pembekuan aset senilai 9 miliar dollar AS oleh negeri Paman Sam.
Tentu, Afghanistan berharap ada kelonggaran sanksi termasuk uluran tangan dari dunia internasional. Soalnya, 38 juta penduduknya terancam kelaparan terutama menjelang datangnya musim dingin. Belum lagi, negeri tersebut tak luput dari hantaman virus Corona.
Syukur, Arab Saudi mempelopori terwujudnya harapan tersebut dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan kloter pertama berupa lebih dari 65 ton bahan pangan termasuk 1.647 keranjang makanan siap santap.
Secara keseluruhan, Saudi bakal mengirimkan lebih dari 197 ton bahan pangan yang diangkut enam pesawat ke Afghanistan. Pengawas Umum Pusat, Abdullah al Rabeeah, seperti diulas Aljazirah, bantuan tersebut juga akan dikirimkan lewat jalur darat menggunakan 200 truk dari Pakistan.
Merespon tindakan Arab Saudi tersebut, negara-negara Arab sepakat turut serta mengirimkan bantuan dan memobilisasi dunia internasional agar mau terlibat aktif.
Sejak kembali berkuasa mulai Agustus lalu, Taliban tengah berupaya menunjukkan wajah pemerintahan yang lebih moderat sebagai salah satu usaha meraih pengakuan dunia internasional. Sedang Arab Saudi sendiri, termasuk salah satu yang mengakui pemerintahan Taliban periode 1996-2001.
Meski pengakuan belum sepenuhnya didapatkan, Amerika Serikat mau memberi kelonggaran dengan melonggarkan sanksi berupa dibukanya jalan bagi pengiriman bantuan kemanusiaan. Sebelumnya, pada November, Taliban mengirim sepucuk surat kepada kongres AS agar bertanggung jawa atas krisis kemanusiaan dan ekonomi yang tengah berlangsung.
Surat itu, dibubuhi tanda tangan menteri luar negeri Amir Khan Muttaqi, yang di dalamnya juga diungkapkan bahwa partisipasi AS dalam pengiriman bantuan kemanusiaan, akan membuka jalan bagi hubungan kedua negara. Termasuk, soal pencairan aset bank sentral Afghanistan.
Washington, memang mengakui kedaulatan Afghanistan pada tahun 1921. Kemudian, pada 1935 hubungan diplomatik dijalin.
Human Rights Watch mendesak pelonggaran sanksi keuangan terhadap Afghanistan. Kelompok tersebut meminta PBB dan lembaga keuangan internasional untuk segera melonggarkan sanksi yang berdampak pada perekonomian dan sektor keuangan Afghanistan.[]