- UU anti-Mengemis mengancam peminta-minta dengan hukuman penjara satu tahun.
- Sindikat dan organisasi pengemis akan diberangus.
- Tidak ada lagi kisah Eisha, pengemis terkaya dari Al Balad.
JERNIH — Arab Saudi berencana membuat database pengemis yang ditangkap, sehubungan penerapan UU anti-Mengemis yang segera diberlakukan.
Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi mengumumkan UU anti-Mengemis melarang siapa pun meminta-minta, dalam segala bentuk dan manifestasi. Mereka yang tertangkap menghadapi hukuman penjara maksimum satu tahun dan denda 100 ribu riyal, atau Rp 375 juta.
Mereka yang tertangkap mengemis akan tercatat dalam database, untuk memudahkan pemerintah Arab Saudi mengidentifisi para pengemis. Bersamaan dengan penerapan UU anti-Mengemis, Arab Saudi akan menggelontorkan dana khusus untuk memerangi pengemis.
Saudi Gazette memberitakan Kementerian Dalam Negeri juga akan menjalin kemitraan dengan lembaga terkait.
UU anti-Mengemis menyebutkan mereka yang kali pertama tertangkap mengemis akan diminta menandatangani ikrak tidak mengemis lagi jika dibebaskan. Jika tertangkap lagi, mereka akan terkena hukuman sesuai aturan.
Kementerian Dalam Negeri, masih menurut UU anti-Mengemis, adalah otoritas yang menjalankan undang-undang. Pasal kelima menyebutkan mereka yang terlibat dalam sindikat pengemis, atau bagian dari pengemis terorganisir, atau mengelola pengemis, atau mendorong dan membantu kelompok pengemis, akan didenda 100 ribu riyal, atau Rp 375 juta.
Denda dijatuhkan kepada mereka yang mengorganisir dan pengemisnya.
Pengemis Terkaya
Di Arab Saudi, mengemis adalah profesi paling menjanjikan. Pengemis bertebaran di jalan-jalan Jeddan, Riyadh, dan dua kota suci umat Islam; Mekkah dan Madinah.
Di Jeddah, mereka terkonsentrasi di distrik Al Balad — pusat pertokoan yang menjadi tujuan belanja jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia, terutama Indonesia.
Al Balad pernah punya Eisha, wanita pengemis berusia 100 tahun yang menghabiskan setengah usianya untuk meminta-minta dari satu pojok Al Balad.
Tahun 2014, Eisha terjatuh di kamar mandi rumahnya dan meninggal. Tetangga menitikan air mata saat melihat tubuh wanita itu dibawa ambulance.
Beberapa hari kemudian tersiar kabar Eisha meninggalkan total kekayaan tiga juta riyal, atau Rp 11 miliar lebih, berupa empat bangunan di distrik Al Balad, berlian seharga satu juta riyal atau Rp 3,7 miliar.
Di luar kekayaan itu, Eisha masih memiliki sejumlah koin emas bernilai satu juta dolar AS, atau Rp 14 miliar.
Ahmed al-Saeedi adalah satu-satunya orang yang mengetahui kekayaan Eisha. Ia tumbuh bersama Eisha, dan sempat meminta sahabatnya berhenti mengemis.
Eisha menolak berhenti. Ia seperti telah kecanduan mengemis. Setelah Eisha meninggal, Al Saeedi melapor ke polisi tentang kekayaan Eisha.
Eisha mungkin hanya satu dari sekian banyak pengemis di Al Balad yang menumpuk hasil meminta-minta sedemikian banyak. Lainnya, meski tidak dengan jumlah kekayaan besar, belum diketahui.
Pengemis di Al Balad, seperti Eisha, punya cara memikat penderma dari berbagai negara. Pengalaman bertahun-tahun membuat mereka mampu mengidentifikasi jamaah haji dan umrah yang tiba di Al Balad.
Mereka fasih menggunakan Bahasa Indonesia saat meminta kepada jamaah dari Indonesia. Begitu pula kepada yang lain.
Kini kisah pengemis terkaya dari Al Balad mungkin berhenti pada Eisha. UU anti-Mengemis dipastikan membersihkan Al Balad dari praktek meminta-minta.