- Korban tewas kekerasan senjata, termasuk penembakan massal dan bunuh diri, 14.800.
- Hampir 620 anak-anak dan remaja, atau mereka yang berusia di bawah 18 tahun, meninggal sepanjang 2023.
JERNIH — AS dilanda 202 penembakan massal antara Januari sampai memasuki Mei 2023, sedangkan korban tewas kekerasan senjata mencapai 14.800.
Gun Vionece Archive, sebuah organisasi nirlaba independen yang melacak kekerasan senjata di AS, mendefinisikan penembakan massa sebagai peristiwa apa pun ketika empat orang atau lebih, tidak termasuk penembaknya, terbunuh atau dibunuh.
Lebih 14.800 orang tewas akibat kekerasan senjata; termasuk penembakan massal, bunuh diri dengan senjata api, dan insiden lainnya. Sebanyak 6.300 orang meninggal akibat pembunuan, dan hampir 8.450 tewas bunuh diri. Sedangkan 11.700 lainnya terluka dalam 202 penembakan massal di sekujur AS.
Hampir 620 anak-anak dan remaja, atau mereka yang berusia di bawah 18 tahun, meninggal sepanjang 2023 akibat kekerasan senjata. Sedangkan 1.500 lainnya terluka.
Insiden penembakan massal terakhir terjadi akhir pekan ini, dengan delapan korban tewas; termasuk anak-anak, dan melukai beberapa lainnya. Penembakan terjadi di pusat perbelanjaan dekat Dallas, Texas.
Penembaknya adalah Mauricio Garcia, berusia 33 tahun. Menggunakan senjata serbu AR-15, Garcia melepas tembakan ke Allen Premium Outlets. Polisi menghentikan aksi Garcia dengan menembaknya sampai mata.
Pihak berwenang belum mengidentifikasi semua korban, tapi beberapa laporan mengatakan di antara korban tewas terdapat anak-anak. Berbagai laporan menunjukan penegak hukum aktif berusaha menentukan apakah penembakan ini dimotivasi keyakinan neo-Nazi atau supremasi kulit putih.
Senapan serbu, yang mampu menembak dengan cepat ke berbagai sasaran dan dapat dilengkapi magasin peluru berkapasitas tinggi, sering digunakan untuk penembakan massal di AS.
Presiden AS Joe Biden berulang kali meminta anggota parlemen melarang peredaran senjata itu. Namun, penentang gagasan itu sangat banyak dan berjuang mati-matian. Partai Republik dan konservatif adalah mungkin yang paling menentang gagasan itu.
Presiden Joe Biden menyebut penembakan massal di AS adalah epidemi, dan Partai Republik tidak adpat terus-menerus menghadapinya hanya dengan mengangkat bahu.