“Masih banyak yang belum familiar dengan teknologi dan platform informasi. Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme menjadi tidak tersebarkan”
JERNIH – Pemanfaatan platform digital oleh penceramah, menjadi kendala kurang massifnya diseminasi dakwah terkait konsep hubhul wathon minal iman atau nasionalisme.
Padahal, banyak penceramah maupun ustad-ustad yang mengangkat syiar dakwah nasionalisme, namun kurang familiar dengan teknologi.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Arsul Sani, di Jakarta, Sabtu (19/3).
“Masih banyak yang belum familiar dengan teknologi dan platform informasi. Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme menjadi tidak tersebarkan,” ujarnya.
Oleh karenanya, permasalahan tersebut dapat diatasi melalui pemberian fasilitas dalam hal diseminasi, dengan mendorong penyebaran konten dakwah positif di ruang-ruang digital sebagaimana urgensi dalam hal penyebaran dakwah tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
“Perlu di fasilitasi, termasuk pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Peannggulangan Terorisme),” kata dia.
“Potongan ceramah-ceramah pendek atau film yang berisi konsep nasionalisme dan kompatibel dengan ajaran Islam. Harus disebarkan,” lanjutnya.
Baca Juga: Abdullah Hehamahua: Dituntut Enam Tahun Saja Sudah tak Adil, Apalagi Bebas
Menurut dia, sangat penting memasifkan persebaran konten dakwah terkait nasionalisme dan persaudaraan. Seharusnya tidak ada keraguan, karena nasionalisme dan agama bukan hal yang kontradiktif.
“Dalam Islam sendiri ada konsep hubhul wathon minal iman, yang artinya cinta tanah air itu sebagian dari iman,” katanya.
Dalam Al-quran tertulis, Atiullah Wa Atiurrasul Wa Ulil Amri dimana salah satu bentuk nasionalisme adalah dengan mengembangkan ketaatan kepada pemerintah. Sehingga nasionalisme menjadi kompatibel dengan ajaran agama Islam.
“Nah salah satu bentuk nasionalisme itu tertuang dalam Al- Quran adalah taat kepada pemerintah. Jika ada hal yang perlu dikritisi dan dikoreksi, maka tetap harus dilakukan, tidak dalam kerangka merusak nasionalisme,” ujarnya.
Oleh karena itu, pentingnya kerjasama antara pemerintah dan penceramah di berbagai daerah, dalam rangka menyebarkan konten syiar tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
Tak hanya itu, juga perlu ditingkatkan komunikasi dan silaturahmi antara pemerintah yakni lembaga terkait, salah satunya BNPT untuk berdialog, baik dalam kegiatan formal maupun non-formal.
“Jajaran pemerintahan termasuk BNPT perlu meningkatkan silaturahmi, berdiskusi dan berbagi ide. Disamping memanfaatkan platform media sosial untuk menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dan semangat nasionalisme,” katanya.
Ia berpesan agar masyarakat tetap waspada dan cermat memilih penceramah. Dimana tak hanya melihat penceramah melalui ketenarannya semata di media sosial.
“Memilih penceramah yang kritis yang berkata agak keras itu sebenarnya tidak masalah, tapi jangan hanya melihat popularitas,” ujar dia.
“Masyarakat harus berani katakan ‘Tidak’ jika isi dakwah dari penceramah mempersoalkan empat konsensus bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” tambahnya.