Sebagai bentuk edukasi masyarakat agar tak sembarangan mengundang penceramah untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Disamping, tak ingin paham radikal semakin menjamur di tengah masyarakat.
JERNIH – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akhirnya membeberkan alasan menyebut beberapa ciri-ciri penceramah radikal yang dikritik sejumlah pihak.
Diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap ciri penceramah radikal versi BNPT sebagai upaya membungkam orang yang kritis pada pemerintah.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, mengatakan alasan pihaknya menyebutkan ciri-ciri penceramah radikal, adalah sebagai pencegahan agar masyarakat lebih waspada dalam mendengar ceramah.
“Untuk pencegahan, untuk kewaspadaan kita bersama atau kewaspadaan nasional,” ujarnya di Jakarta, Rabu (9/3).
Selain itu, sebagai bentuk edukasi masyarakat agar tak sembarangan mengundang penceramah untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Disamping, tak ingin paham radikal semakin menjamur di tengah masyarakat.
Ia memastikan, ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT tak menyudutkan satu agama tertentu.
“Penceramah ini tidak hanya ustadz saja, tapi juga mungkin ada yang lain. Karena potensi pada setiap individu manusia radikalisme, bukan monopoli satu agama, tapi ada di semua agama,” kata dia.
Baca Juga: Mengapa Banyak Orang Indonesia Mendukung Invasi Rusia ke Ukraina?
Ciri-ciri penceramah radikal, lanjut Nurwakhid, dirumuskan BNPT melalui sejumlah kajian mendalam dan melalui tahap diskusi dengan berbagai pihak.
Ia mengklaim, pihaknya memiliki tim ahli yang berisi sejumlah petinggi agama, profesor, hingga ulama moderat yang memiliki kompetensi di bidangnya.
Selain itu, BNPT juga memiliki gugus tugas pemuka agama yang menjaring banyak organisasi kemasyarakat (ormas) keagamaan yang ada di masyarakat.
Karenanya, penerbitan ciri penceramah radikal bukan untuk menempelkan stigma kepada pihak-pihak tertentu.
“Yang menggelorakan seolah-olah (ciri penceramah radikal) menstigman atau ini itu, justru kelompok radikal itu sendiri,” katanya.
Menurutnya, kelompok radikal kerap membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang sah. Bahkan melakukan penyebaran fitnah, adu domba, hingga provokasi.
“Jadi masyarakat enggak perlu takut, justru masyarakat seharusnya merasa terbantu sebagai aspek warning dan kewaspadaan bagi kita semua,” kata dia.