Site icon Jernih.co

Beijing Masih Dukung Militer Myanmar, Sentimen anti-Cina Menguat

JERNIH — Beijing tak jua menarik dukungannya kepada militer, demo meningkat di Kedubes Cina di Yangon, dan semangat anti-Cina mulai meninggi di masyaraka Myanmar.

Aksi protes di depan Kedubes Cina tidak lagi diikuti ratusan pengunjuk rasa, tapi ribuan. Berbagai plakat dan spaduk imbauan dibentangkan pengunjuk rasa yang terus berteriak.

“Kami marah kepada Cina,” kata Ma Su Theingi Htun, mahasiswa berusia 24 tahun. “Kami menuntut Cina berhenti mendukung militer Myanmar.”

Cina adalah sekutu dekat Myanmar saat negara itu terisolasi di bawah rejim militer sebelumnya. Beijing memasok semua perangkat keras dan teknologi militer.

Sebagai gantinya, Cina mendapat konsesi penambangan tembaga dan kekayaan alam Myanmar lainnya.

Kementerian Luar Negeri Cina membantah tudingan mendukung kudeta militer Myanmar, tapi siapa pun tahu Beijing dan Rusia menggunakan hak veto untuk menghambat Dewan Keamanan PBB mengutuk kudeta militer Myanmar.

“Cina terlibat dalam kudeta ini,” kata seorang pengunjuk rasa. “Kami memboikot semua produk Cina, dan menyebar kampanye menentang impor dari Cina.”

Sai Htet Soe San, mahasiswa berusia 19 tahun, menagtakan kepada Irrawaddy.com bahwa sentimen anti-Cina akan terus membesar di kalangan generasi muda selama Beijing tidak menghentikan dukungan kepada militer.

Menurut Soe San, mahasiswa juga mendesak pekerja proyek pipa kembar minyak dan gas Cina-Myanmar melakukan pembangkangan sosial, dan bergabung dengan aksi unjuk rasa menentang kudeta militer.

Pemogokan di proyek pipa kembar minyak dan gas akan menunda penyelesaian proyek itu. Mahasiswa berharap pekerja mengikuti langkah 2.000 pekerja tambang tembaga di Monywa yang mogok dan ikut berdemo.

Daw May Sabe Phyu, direktur Jaringan Kesetaraan Gender, mengatakan Cina harus mendukung rakyat Myanmar, bukan militer. Ia juga berencana mengirim surat terbuka ke Dewan Keamanan PBB dan ASEAN, dan menyeru perlindungan bagi warga sipil.

Exit mobile version