- Kementerian Pertahanan Belanda tidak terkejut dengan temuan penelitian, tapi tidak bereaksi atas rekomendasi laporan.
- Penduduk Hawija tetap menuntut permintaan maaf.
JERNIH — Belanda harus meminta maaf atas pemboman kota Hawija, Irak, tahun 2015 yang menewaskan 85 warga sipil, demikian kesimpulan penelitian yang dipublikasikan Jumat 8 April.
Studi Universitas Utrecht dan kelompok LSM itu menyebutkan kegagalan Belanda meminta maaf akan melahirkan kelompok teror di masa depan.
BACA JUGA:
Jet tempur F-16 Belanda saat itu menargetkan kelompok Daesh. Namun bom menghantam ribuan rumah dan toko, menyebabkan ratusan warga sipil luka serius.
“Tidak hanya permintaan maaf, rekonstruksi yang sebenarnya berdampak besar pada persepsi penduduk Hawija,” kata peneliti yang berbicara kepada 160 warga, 119 di antaranya adalah korban serangan itu, seperti dikutip Arab News.
Menurut peneliti, serangan itu berkontribusi pada sentimen anti-Barat, dan membentuk tempat berkembang organisasi teroris berikut.
Tahun 2019 pemerintah Belanda mengakui 70 orang, termasuk warga sipil dan kombatan Daesh, tewas setelah pabrik amunisi dibom pada malam 2 dan 3 Juni 2015.
Kabinet Belanda kepada parlemen mengetakan pabrik yang ditargetkan di kawasan industri mengandung banyak bahan peledak dari yang diperkirakan.
Belanda menjanjikan paket bantuan sukarela 4 juta euro untuk membantu rekonstruksi. Namun, warga Hawija merasa ditinggalkan dan menuntut permintaan maaf.
Laporan itu juga merekomendasikan agar pejabat pemerintah Belanda melakukan perjalanan ke Hawija, dan meminta maaf secara langsung, seraya memperbaiki kerusakan.
Kementerian Pertahanan Belanda mengatakan tidak terkejut dengan temuan peneliti, tapi tidak bereaksi atas rekomendasi laporan itu.