Iran tampaknya akan fokus pada persenjataan jenis peluru kendali (rudal). Iran diketahui memiliki enam tipe rudal yaitu Shahab 1, Shahab 2, Qiam-1, Fateh-110, Zolfaghar, dan Shahab 3.
JERNIH—Berbahagialah negara yang percaya akan kekuatan sendiri dan terus mengasah diri. Iran misalnya. Dengan berakhirnya 13 tahun embargo senjata internasional yang diberlakukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Iran kini siap masuk pasar senjata dunia dengan kemampuan yang ia miliki.
Al Jazeera menulis, berakhirnya embargo senjata sebagai bagian dari Resolusi 2231 dan kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani Iran dan kekuatan dunia, memberikan keringanan sanksi kepada Iran. Balasannya, ada pembatasan pada program nuklir yang dimiliki negara itu.
Memang, Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir itu pada Mei 2018. Presiden Donald Trump menyebutnya sebagai “kesepakatan terburuk yang pernah ada”, dan sejak itu memberlakukan gelombang sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran. Tapi siapa Trump kini kecuali pecundang yang akan segera ditendanf keluar Gedung Putih?
Pertengahan Agustus lalu, AS mengeluarkan resolusi untuk memperpanjang embargo senjata tanpa batas, yang ditolak mentah-mentah DK PBB. Hanya Republik Dominika—yang mencoba menjilat AS– yang mendukung resolusi tersebut. Sementara 11 anggota dari 15 anggota badan, termasuk Prancis, Jerman dan Britania Raya, yang dikenal sebagai E3, abstain. Rusia dan Cina jelas menentang perpanjangan itu.
Banyak kalangan melihat Iran makin percaya diri untuk masuk ke dunia mbakul senjata. Juru Bicara Iran untuk PBB, Alireza Miryousefi, mengatakan negaranya siap untuk membuka pasar senjata. Namun Iran tidak mengungkap negara-negara mana saja yang akan menjadi mitra pertamanya.
“Iran memiliki banyak teman dan mitra dagang, dan memiliki industri senjata dalam negeri yang kuat untuk memastikan persyaratan pertahanannya terhadap agresi asing. Kami akan berdagang, atas dasar kepentingan nasional kami, dengan negara-negara lain di bidang ini,” kata Miryousefi kepada Newsweek.
Iran memberlakukan dua syarat khusus untuk pembeli senjatanya. Pertama, senjata tidak boleh dibeli untuk disalahgunakan. Kedua, senjata hanya boleh dibeli untuk urusan pertahanan. Hal tersebut untuk merespons kekhawatiran berbagai pihak soal kembalinya Iran ke pasar senjata itu akan memperkeruh situasi di Timur Tengah.
“Kami berkeyakinan tetap bisa berdagang dalam lingkungan kesepakatan internasional. Apa yang mereka khawatirkan adalah Iran kembali ke pasar teknologi dan ekspor senjata,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibazadeh, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Khatibzaedh melengkapi sikap Iran usai berakhirnya embargo. Peme-rintah Iran kukuh menandaskan, perdagangan senjata non konvensional, senjata pemusnah massal, dan belanja besar-besaran tidak ada dalam doktrin pertahanan mereka. Namun, beberapa negara disebut-sebut masih waswas, terutama tentu saja Amerika dan Israel.
Namun tentu saja kemampuan persenjataan Iran tidaklah secanggih Amerika atau Rusia. Di sisi pertahanan udara saja mereka masih jauh tertinggal. Untuk menutupi kekurangannya, Iran fokus pada persenjataan berupa rudal. Iran diketahui memiliki enam tipe rudal yaitu Shahab 1, Shahab 2, Qiam-1, Fateh-110, Zolfaghar, dan Shahab 3.
Untuk nuklir, Iran mengklaim tidak memilikinya, namun memiliki kemampuan untuk menciptakannya. Iran sendiri sudah mengurangi program pengayaan nuklir hingga 97 persen, sebagaimana mereka sepakati dalam kesepakatan JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action), yang bertujuan meringankan sanksi Iran. [berbagai sumber]