Site icon Jernih.co

Bikin Cina Mabok, RI-AS Bangun Pangkalan Maritim di Laut Cina Selatan

Inisiatif AS itu akan memperluas kehadiran Washington di kawasan dengan cara yang dapat diterima oleh publik Indonesia. “Secara geopolitik, ini adalah sinyal yang jelas bagi AS untuk menghadapi kehadiran Cina di kawasan itu..”

JERNIH– Radio Free Asia melaporkan, Amerika Serikat dan Indonesia sedang membangun pusat pelatihan penjaga pantai senilai 3,5 juta dolar AS di Batam, pusat industri dan transportasi di ujung selatan Laut Cina Selatan. Pihak berwenang di Jakarta mengatakan, tujuannya untuk meningkatkan kapasitas Jakarta memerangi kejahatan domestik dan transnasional.

Perwakilan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Kedutaan Besar AS di Jakarta hadir pada upacara peletakan batu pertama di Pangkalan Angkatan Laut Batam, Jumat lalu.  Sementara, Duta Besar AS dan Kepala Bakamla hadir secara virtual.

“Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mendukung peran utama Indonesia dalam memajukan perdamaian dan keamanan regional dengan melawan kejahatan domestik dan transnasional,”ujar Duta Besar A, Sung Kim, seperti dikutip dalam pernyataan bersama tentang acara tersebut.

Wakil Laksamana Aan Kurnia, Kepala Bakamla mengatakan, pembangunan pusat pelatihan akan selesai tahun depan, dan setelah itu, akan dimiliki dan dioperasikan sepenuhnya oleh lembaganya. “Tidak ada pasukan AS yang akan ditempatkan di sana,” kata Aan.

Menurutnya, tidak ada alasan khusus di balik lokasi fasilitas baru itu, ketika ditanya apakah itu bagian dari upaya untuk memperkuat kehadiran maritim Indonesia di tengah serbuan kapal penangkap ikan dan penjaga pantai Cina di perairan terdekat.

“Semuanya masih dalam koridor prinsip politik luar negeri bebas aktif,” kata Aan kepada BenarNews, layanan berita online yang berafiliasi dengan Radio Free Asia. “Kami sebagai institusi baru masih terbatas kapasitasnya, sehingga perlu ada inovasi untuk meningkatkan kapabilitas SDM.”

Batam, kota besar di Provinsi Kepulauan Riau, terletak hanya 32 km (20 mil) selatan Singapura, dekat perbatasan perairan yang disengketakan antara Cina dan beberapa negara Asia Tenggara.

Pusat pelatihan ini merupakan kerja sama antara Bakamla yang didirikan pada2014; Penjaga Pantai AS; kantor Narkotika Internasional dan Penegakan Hukum Departemen Luar Negeri AS; dan Departemen Pertahanan AS.

Perairan sengketa

Bakamla telah mengintensifkan patroli laut dalam beberapa tahun terakhir setelah kapal-kapal nelayan Cina yang dikawal kapal-kapal Penjaga Pantai Cina berlayar ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jakarta di lepas Pulau Natuna, nama Indonesia untuk perairannya di ujung selatan Laut Cina Selatan.

Mereka juga menyita puluhan kapal nelayan Vietnam yang melintas di perairan Indonesia. Pada awal 2021, Bakamla menangkap dua kapal tanker di Laut Jawa yang melakukan pemindahan minyak tanpa izin dari kapal tanker berbendera Iran ke kapal berbendera Panama, yang melanggar hukum internasional.

Menambah ketegangan di perairan yang padat, Beijing telah mengizinkan kapal Penjaga Pantai Cina untuk menggunakan senjata terhadap setiap kapal yang ditemukan di perairan yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya.

Indonesia tidak menganggap dirinya sebagai pihak dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, tetapi Beijing mengklaim hak bersejarah atas bagian-bagian wilayah maritim yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia.

Sinyal jelas

AS sebelumnya membantu Indonesia membangun pusat pelatihan maritim di Pangkalan Angkatan Laut Ambon, Maluku pada 2018.

Fasilitas baru akan menampung hingga 50 peserta pelatihan dan 12 instruktur, dan termasuk ruang kelas, kantor, dapur dan ruang makan, barak, dan jalur peluncuran kapal, kata pernyataan itu.

Aristyo Rizka Darmawan, peneliti senior di Pusat Kebijakan Kelautan Berkelanjutan Universitas Indonesia, menggambarkan fasilitas baru ini sebagai perkembangan yang menarik bagi Indonesia-AS. hubungan, pada saat Jakarta lebih banyak terlibat dengan Cina.

“Ini merupakan perkembangan positif bagi kedua negara, [sementara] juga sangat bermanfaat bagi Indonesia untuk mengukuhkan simbol keberadaannya di Laut Natuna Utara,” kata Aristyo kepada BenarNews.

Ia mengatakan, kerja sama tersebut juga menunjukkan upaya Indonesia untuk menyeimbangkan posisinya di tengah persaingan kedua negara adidaya tersebut.

“Indonesia menunjukkan netralitasnya dari kerja sama tersebut, karena negara Asia Tenggara juga memanfaatkan hubungannya dengan Cina, yang akan berkontribusi pada stabilitas di kawasan itu,”kata dia. Inisiatif AS ini, kata dia, juga akan memperluas kehadiran Washington di kawasan dengan cara yang dapat diterima oleh publik Indonesia.

“Scara geopolitik, ini adalah sinyal yang jelas bagi AS untuk menghadapi kehadiran Cina di kawasan itu, terutama setelah operasi penyelamatan KRI Nanggala-402 dengan bantuan kapal angkatan laut Cina.”

Indonesia baru-baru ini menerima bantuan dari tiga kapal angkatan laut Cina dalam operasi yang akhirnya sia-sia untuk menyelamatkan sebuah kapal selam yang tenggelam di utara Bali pada bulan April dengan 53 pelaut di dalamnya.

Kapal dan pesawat dari Australia, India, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat terlibat dalam upaya pencarian sebelumnya untuk kapal selam, yang tenggelam saat latihan penembakan torpedo. [BenarNews/Radio Free Asia]

Exit mobile version