Kedua negara sepakat melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
JERNIH – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Ini merupakan sejarah karena perjanjian tersebut akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.
“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Yasonna, Selasa (25/1/2022).
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ungkap Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut. Selain itu, sambung Yasonna, dengan adanya Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri.
Seperti diketahui, selama ini banyak koruptor dan pelaku tindak pidana lainnya melarikan diri ke luar negeri salah satunya Singapura. Indonesia selama ini kesulitan untuk membawa pulang para penjahat dari Singapura karena tidak adanya perjanjian ekstradisi.
Padahal, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR. Adapun antara Indonesia dan Singapura telah terikat dalam Perjanjian Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLA) antara negara anggota ASEAN tahun 2008.
“Dengan meratifikasi Perjanjian Ekstradisi yang ditandatangani maka lembaga penegak hukum kedua negara dapat memanfaatkan Perjanjian Ekstradisi ini dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi dan terorisme,” ujarnya.
Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders’ Retreat ini sedianya diselenggarakan pada tahun 2020 namun dikarenakan pandemi Covid-19, kegiatan tersebut baru dapat dilaksanakan pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau.
Pada pertemuan itu, kedua kepala negara menyaksikan penandatanganan tiga dokumen kerja sama strategis yakni: persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia – Singapura (realignment Flight Information Region – FIR); perjanjian tentang Ekstradisi Buronan (Extradition Treaty); dan Pernyataan Bersama (Joint Statement) Menteri pertahanan RI dan Singapura tentang kesepakatan untuk memberlakukan perjanjian pertahanan 2007 (joint statement MINDEF DCA). [*]