JAKARTA — Presiden Joko Widodo pada Senin (20/7/2020) secara resmi membubarkan 18 lembaga, meliputi tim kerja, badan, dan komite yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden (keppres).
Kebijakan tersebut dimuat dalam Pasal 19 Peraturan Presiden RI Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 20 Juli 2020.
Selain menutup 18 lembaga, Presiden Joko Widodo juga menandatangani aturan baru terkait pola koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN). Lembaga yang dipimpin Jenderal Pol Budi Gunawan ini tidak lagi berada dalam koordinasi Kemenko Polhukam, tetapi langsung di bawah koordinasi Presiden.
Perubahan posisi BIN ini menjadi pertanyaan besar, mengapa baru sekarang BIN dikembalikan ke Presiden dan apakah Kepres ini akan berdampak positif bagi kerja intelegen.
Pada telekonfren Metro Tv News (Selasa, 21/7/2020) bersama Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto, S.T., MH., mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS),memberikan tanggapan terkait perpindahan koordinasi BIN.
Soleman mengatakan bahwa perubahan posisi BIN di bawah koordinasi Presiden merupakan hal yang benar dan sesuai dengan ilmu intelegen.
“Agen hanya harus memiliki satu agen angler, tidak boleh ada dua. Jadi Presiden adalah single user dari BIN,” kata Soleman.
Namun Khaerul Fahmi, Analisa pengamat isu keamanan dan kajian strategis, mengatakan perpindahan posisi BIN tersebut bermuatan politis.
Soleman memberi tanggapan dengan mengatakan, “Analisa tersebut muncul karena tidak mengerti apa itu badan intelegen. Orang yang tidak berkecimpung di bidang intelegen pasti akan terkecoh karena intelegen selalu bermain-main disisi yang tidak terlihat”.
Mentri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, sering kali menuliskan data-data dari BIN di laman twitternya. Beberapa menilai bahwa yang dilakukan oleh Mahfud mengindikasikan BIN memiliki lebih dari satu user.
Namun Soleman mengatakan bahwa apa yang dilakukan Mahfud diperbolehkan dan tidak salah. “Karena permintaan informasi itu sudah pasti lewat presiden dan didelegasikan lewat para mentri,” terangnya.
Semua organisasi yang melaksanakan fungsi intelegensi, seperti CIA di Amerika, MI6 di Inggris, GRU di Rusia, dan lainnya melakukan koordinasi langsung kepada Presidennya.
Selama ini BIN berada dibawah dua koordinasi yaitu Menko Polhukam dan Presiden. Menurut Soleman hal tersebut membuat kerahasiaan data kurang terjaga.
“Adakalanya yang menurut BIN rahasia, ditempat lain menjadi tidak rahasia. Dengan koordinasi langsung dengan presiden, keamanan akan terjaga” jelas Soleman.
Adanya satu koordinasi pada BIN diharapkan pengamanan keamanan informasi terjaga. Selain itu akan mempermudah koordinasi. “Intruksinya semakin cepat, semakin cepat pengerjaannya, dan semakin cepat pelaporannya”, sahut Soleman.
Tahun 2016 lalu, Budi Gunawan menyatakan beberapa fungsi intelegen di Indonesia ini, yaitu BIN yang bertugas untuk mengerjakan fungsi intelegen dalam dan luar negeri, intelegen TNI di bidang pertahanan juga kemiliteran, intelegen hukum yang dilaksanakan oleh kejaksaan, intelegen keamanan oleh POLRI, serta intelegen yang dilaksanakan oleh kementrian Lembaga dan non Lembaga.
Banyak yang menilai jika sistem koordinasi BIN di Indonesia terlalu rumit. Namun Soleman menjelaskan bahwa setiap badan intelegen pada masing-masing Lembaga mempunyai fungsi ‘mata dan telinga’ untuk lembaga tersebut dan mempermudah tugasnya.
“Jikalau informasi yang kita jaring terdapat informasi yang lembaga lain perlukan, dan tidak kita perlukan, maka badan intelejen tersebut akan berkoordinasi. Dan itu mudah saja”, sahut Soleman.
Selain itu adanya koordinasi langsung dari Presiden membuat Presiden tahu akan anggaran yang dibutuhkan BIN, karena sesuai dengan tugas yang diintruksikan. [*]