Sejumlah tempat wisata termasuk pantai terpaksa tutup guna meminimalisir penyebaran virus yang telah banyak memakan korban jiwa.
RIO DE JANEIRO-Walikota Rio de Janeiro, Marcelo Crivella memutuskan menutup pantai-pantai di Rio de Janeiro dan akan dibuka kembali bila sudah tersedia vaksin Cpvid-19. Marcelo juga berjanji akan membuka pantai-pantai tersebut bila angka kasus pasien Covid-19 menurun drastis.
“Di mana Anda tidak bisa menggunakan masker, konsekuensinya, (pantai) hanya akan (dibuka) kembali ketika ada vaksin, sedang diuji, atau kontaminasi mendekati nol,” kata Crivella pada konferensi pers, dilansir Reuters.
Sebelumnya pantai-pantai terkenal di Rio de Janeiro sempat dibuka untuk wisatawan, namun ternyata banyak turis yang melanggar aturan.
Dikutip dari Travel-Leisure, setelah melalui lockdown yang ketat, pada awal bulan ini, Rio de Janeiro membuka pantainya untuk keperluan olahraga. Namun ternyata pengunjung pantai banyak yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Para pengunjung pantai diketahui banyak yang tak memakai masker dan juga tidak mematuhi jarak sosial.
“Di pantai kamu tidak menggunakan masker, tingkat infeksi meningkat,” kata Crivella menambahkan.
Crivella bahkan mengancam akan mengenakan denda bila ada yang melanggar larangannya mengunjungi pantai.
Pada pekan lalu, Brasil mulai melonggarkan lockdown secara pelan dan bertahap. Bar dan restoran di Rio telah diizinkan beroperasi kembali disertai beberapa peraturan yang diterapkan, seperti pembatasan kapasitas dan langkah-langkah protokol kesehatan.
Ditulis O Globo, jika kerumunan terjadi, polisi akan dipanggil untuk membantu menerapkan jaga jarak. Hingga akhir pekan nanti, penerapan protokol kesehatan akan dilanjutkan dengan pengawasan lebih ketat.
Menurut Reuters, Rio de Janeiro merupakan magnet bagi turis Brasil, terutama destinasi pantainya. Industri pariwisata pantai-pantai di Rio menyumbang sebagian besar perekonomian kota.
Brasil saat ini adalah negara dengan dampak Covid-19 terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Negara ini melaporkan lebih dari 1,7 juta kasus dengan 69.000 kematian, menurut Universitas Johns Hopkins.
(tvl)