Menurut Dedi, Herry mengajukan sejumlah proposal bantuan keuangan ke sejumlah pihak dengan memperalat murid-muridnya. Uang sumbangan tersebut, malah dipakai sewa apartemen, sewa hotel dan kemudian memangsa muridnya yang sudah dijadikan alat penarik simpati tadi.
JERNIH-Anggota DPR RI yang juga mantan Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengapresiasi dan mendukung penuh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asep N Mulyana ketika menjatuhkan tuntutan hukuman mati dan kebiri terhadap Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 orang muridnya di Bandung, Jawa Barat.
Dedu, meminta Hakim menjadikan tuntutan tersebut sebagai yurisprudensi dalam kejahatan Indonesia, khususnya kejahatan seksual.
Selama ini, Dedi bilang tuntutan mati merupakan hal biasa. Namun hukuman kebiri kimia, merupakan ikhtiar baru dalam dunia hukum di Tana Air.
“Saya apresiasi itu. Hukuman kimia,” katanya melalui sambungan telepon.
Dedi, menyatakan dukungan penuhnya terhadap dua tuntutan tersebut yang ditujukan kepada Herry. Soalnya, kejahatan yang dilakukan sudah masuk kategori sangat luar biasa, dilakukan secara sistemik, terencana dan menggunakan simbol-simbol agama.
Seperti dikabarkan Kompas, simbol-simbol agama tersebut digunakan Herry dalam rangka menjerat korbannya. Selain itu, dia juga dinilai bukan hanya melahirkan penderitaan bagi para korban dan keluarganya, namun ada sistematika yang dilakukan dan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran bantuan keagamaan.
Menurut Dedi, Herry mengajukan sejumlah proposal bantuan keuangan ke sejumlah pihak dengan memperalat murid-muridnya. Uang sumbangan tersebut, malah dipakai sewa apartemen, sewa hotel dan kemudian memangsa muridnya yang sudah dijadikan alat penarik simpati tadi.
“Ini kejahatan luar biasa. Lebih sadis dari perampokan,” kata Dedi menilai.
Sebagai guru di bidang keagamaan, kelakuan Herry memang dianggap sangat melewati batas-batas kemanusiaan. Sebanyak 13 orang muridnya, dia mangsa di gedung yayasan pesantren yang dia kelola, di hotel dan apartemen. Lebih parahnya lagi, beberapa korban hamil bahkan melahirkan.
Kementerian PPA menilai, tuntutan hukuman mati terhadap Herry sudah sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak sebab diduga kuat melanggar pasal 81 ayat 1, ayat 3 dan ayar 5 juncto pasal 76D Undang-Undang nomor 17 tahun 2016, tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak juncto pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Tuntutan tersebut menurut JPU Asep, sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa.[]